Minggu, 13 November 2011

UU SJSN adalah perintah konstitusi

Inilah satu-satunya negeri di mana pemerintah dihukum karena tidak menjalankan Undang-Undang Jaminan Sosial.

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 adalah perintah konstitusi. UUD 1945 mengharuskan adanya jaminan sosial untuk seluruh rakyat, bukan hanya untuk pegawai negeri.
Menjalankan UU SJSN memerlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang benar. Untuk itu, UU SJSN dan Mahkamah Konstitusi memerintahkan empat BUMN (Asabri, Askes, Jamsostek, dan Taspen) menyesuaikan diri dengan UU SJSN paling lambat 19 Oktober 2009. Kenyataannya, pemerintah lalai menjalankan UU SJSN dan keputusan MK. Jadi DPR mengambil hak inisiatif menyusun RUU BPJS yang dijadwalkan selesai pertengahan Juli ini.

Namun, menjelang batas akhir RUU BPJS muncul berbagai upaya ”pembusukan” UU SJSN dan RUU BPJS. Pembusukan itu antara lain bahwa UU SJSN tidak prorakyat, mengalihkan tanggung jawab negara ke rakyat, BPJS akan mengambil dan menginvestasi uang peserta untuk asing, SJSN konsep neolib, SJSN disponsori asing, transformasi BPJS tidak legal, dan transformasi BPJS mengancam keuangan negara. Tidak tanggung-tanggung, pembusukan itu bahkan datang dari anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Siti Fadilah Supari, dan Menteri BUMN dalam surat tanggal 24 Juni 2011.

Hukuman bagi pemerintah
Sadar akan hak-haknya yang tidak diberikan pemerintah dan sadar akan kewajibannya untuk mengiur, Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) menggugat pemerintah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Alhamdulillah, dalam karut-marut wajah sistem peradilan Indonesia, putusan PN Jakarta Pusat sangat obyektif.
PN Jakarta Pusat atas perkara Nomor 278/PDT.G/2010/PN.JKT.PST memutuskan bahwa tergugat (pemerintah: presiden, wakil presiden, Ketua DPR, dan delapan menteri terkait) telah lalai tidak menjalankan UU SJSN.

PN Jakarta Pusat juga menghukum pihak pemerintah untuk segera mengundangkan UU BPJS dengan cara menyesuaikan badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dengan UU SJSN. Keputusan tersebut datang tepat waktu ketika terjadi polemik ”pembusukan” RUU BPJS.
Berbagai tulisan dan komentar ”pembusukan” RUU BPJS yang menyesatkan datang dari pejabat negara, politisi, akademisi, tokoh masyarakat, dan peneliti. ”Pembusukan” itu terjadi karena, pertama, banyak orang berkomentar tanpa membaca UU SJSN dan RUU BPJS beserta penjelasannya dengan teliti. Mereka ”mendengar” atau ”membaca sepotong pasal” lalu ikut rombongan ”pembusukan”.
Mereka juga tidak memahami bagaimana jaminan sosial diselenggarakan di banyak negara. Di seluruh dunia, yang disebut asuransi sosial atau jaminan sosial bersifat wajib. Gaji pekerja dipotong untuk iuran jaminan sosial. Oleh karena itu, sebuah perusahaan (PT persero) yang disusun untuk dagang (transaksi sukarela) tidak menjadi BPJS.

Konsep besar UU SJSN dan RUU BPJS mengoreksi kekeliruan ini dengan konsep BPJS sebagai badan hukum publik yang bukan perusahaan. Badan hukum publik (seperti Bank Indonesia dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) adalah milik negara, bukan milik perorangan, apalagi milik asing.
Kedua, mereka paham, tetapi punya kepentingan yang ingin dipertahankan. Mereka sengaja mengumbar informasi keliru atas nama rakyat. Dalam minggu ini dapat disimak, misalnya, komentar mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang kini anti-SJSN dan anti-BPJS.
Demikian Surat Menteri BUMN Mustafa Abubakar kepada tujuh menteri, yang ternyata juga mengandung informasi keliru. Ketika UU SJSN disusun, pengusaha, beberapa konsultan Amerika, dan juga politisi memojokkan SJSN. Itu karena kepentingan mereka terancam dengan UU SJSN dan UU BPJS.
Kini pemerintah (termasuk DPR) dihukum untuk segera menjalankan UU SJSN dan mengundangkan UU BPJS yang sejalan dengan UU SJSN. Penyusunan UU BPJS memang harus melibatkan DPR yang konsepnya dalam RUU BPJS sudah reformis. Pertanyaannya, apakah pemerintah akan menjalankan hukuman PN Jakarta Pusat? Dalam kondisi di mana banyak orang tidak patuh hukum seperti sekarang, memang banyak yang meragukan kesungguhan pemerintah.

Transformasi berhenti
Dalam pembahasan RUU BPJS, sesungguhnya Tim 8 Kementerian dan DPR sudah sepakat membentuk BPJS sebagai badan hukum publik. Namun, dalam tiga minggu terakhir Kementerian BUMN membelot. Tujuh kementerian lain sudah sepakat mentransformasi (deprivatisasi) keempat BUMN.
Kementerian BUMN, yang kini mengendalikan dana Rp 110 triliun uang pekerja swasta di PT Jamsostek tanpa ikut mengiur, memang terancam kehilangan kontrol atas sumber dana yang besar. Kontrol Kementerian BUMN atas tiga BUMN lain, yaitu Asabri, Askes, dan Taspen (dana sekitar Rp 80 triliun), mungkin masih wajar sebab ketiganya mengurus uang pegawai negeri. Namun, konsep SJSN sesungguhnya mengubah ketiga BUMN tersebut menjadi BPJS agar tidak hanya melayani pegawai negeri demi keadilan bagi seluruh rakyat. Bisa dipahami (tetapi tidak bisa ditoleransi) jika Kementerian BUMN merasa terancam. Maka, mandeklah pengundangan UU BPJS.

Menteri BUMN melakukan gerakan politik melalui pertemuan khusus dengan Wakil Presiden Boediono untuk menolak transformasi BUMN ke BPJS. Ironisnya, ternyata Wapres meng-iya-kan. Hal ini jelas merupakan tindakan otoriter yang tidak sesuai dengan demokrasi.
Penolakan transformasi hanya melindungi segelintir orang yang kini berada di Kementerian BUMN dan pegawai keempat BUMN tersebut. Penolakan transformasi akan merugikan lebih dari 100 juta rakyat, khususnya keluarga pekerja, yang kini tidak mendapatkan jaminan sosial yang layak. Reformasi jaminan sosial memang tidak akan lepas dari kepentingan politik. Hanya saja, keputusan Wapres tidak konsisten dengan janji politik yang prorakyat. Maka, setelah keputusan PN Jakarta Pusat, masihkah akan terjadi kemandekan? Wallahu a’lam.

Hasbullah Thabrany Guru Besar Universitas Indonesia
diambil dari : http://nasional.kompas.com/read/2011/07/19/02440557/Hukuman.Pemerintah.dan.BPJS

JAMINAN SOSIAL ADALAH URGENSI NASIONAL

Menarik mendengar putusan GWN Jamsos kemarin. Lengkap dan pas. Usai sidang ada juga yg sebut Hakim berani & aku sepakat. Kalau buatku mesti dicatat besar-besar dari putusan ini bagaimana Hakim menyebut “JAMINAN SOSIAL ADALAH URGENSI NASIONAL.”

Tidak main-main kesimpulan ini dibuat setelah panjang lebar hakim menimbang beberapa hal:

1. UUD 1945 dan UU SJSN 40/2004 yang jadikan alas hukum dalam GWN ini disebut sebagai:
- Kebutuhan dasar warga negara
- Jalan keluar dari ketergantungan negara berhutang pada asing, dan
- Memotivasi rasa kebersamaan bangsa. Diistilahkan hakim dengan ‘solidaritas sosial’

2. Serangkaian jaminan sosial yang didalilkan oleh Presiden, DPR, dkk sudah dilakukan, hanya untuk warga negara tertentu, tidak dapat dirasakan secara nasional. Kemudian hakim menyebut semua nama saksi korban yang dibawa KAJS ke persidangan plus hakim sebut warga negara yang keleleran di jalan dan lorong rumah sakit.

3. Hakim bahas juga mengenai kemiskinan yang selalu diangkat Presiden, DPR, dkk sebagai sebuah masalah sosial yang tidak ada standarisasinya hingga menghambat SJSN dijalankan. Setelah pakai beberapa penelitian termasuk dari saksi Ghofur, Hasbulah, Faisal Basri, dkk. hakim membalik argumentasi Presiden, DPR, dkk dengan menyatakan ‘ketiadaan jaminan sosial-lah yg mengakibatkan angka kemiskinan meningkat.’

4. Dan pertimbangan lain yg tidak sempat dicatat...

Yang menarik juga, ketika menamakan tindakan negara terhadap jaminan sosial, hakim menyebut istilah HAM ‘by ommision’ atau pelanggaran HAM karena negara tidak melakukan tindakan apapun/pembiaran dengan tidak segera mengesahkan RUU BPJS, PP, dan Perpres-nya. Dan artinya menghambat hak warga negara atas jamsos pula.

Dan pertimbangan2 yang pas lainnya. Kelihatan sekali hakim serius membuat putusan. Banyak ditemui preseden kasus2 GWN internasional dan nasional yang dijadikan referensi. Terlepas dari memberi rasa keadilan melalui putusan sudah menjadi tugas ‘biasa’ hakim. Aku melihat kita KAJS perlu meng-apresiasi hakim yang demikian. Ditengah2 maraknya tudingan untuk para hakim masih saja ada yang seperi hakim Enid, Sapawi, dan Supraja.

Demikian kawan2 di KAJS, ini masukan saja. (Dela Feby, 13 Juli 2011)

Catatan dari Putusan GWN Jamsos No. 278/PDT.G/2010/PN.JKT.PST.

Alasan Menolak BPJS

Jadi ini alasan sesungguhnya Apindo nolak UU BPJS?

Bertahun2 pengusaha dimanja oleh negara dg pajak rendah dan untung besar, sekarang harus berbagi pun masih ogah. Di mana2 negara maju pajak progresif (makin besar pendapatan makin besar pajak) diberlakukan secara konsisten dan bisa mencapai 60 persen, yg kemudian didistribusikan ke sebanyak mungkin rakyat. Pengusaha Indonesia nambah jadi 15-20 persen saja tidak mau...??

Benarlah kata Hasbullah Thabrany ('Buruh dan Jaminan Sosial' di Kompas, 20 Okt 2011):

"Kepentingan pengusaha

Di seluruh dunia, UU Jaminan Sosial selalu mewajibkan pekerja dan pemberi kerja (pengusaha) membayar iuran. Di Amerika Serikat (AS) yang kapitalis, sudah lebih dari 75 tahun pengusaha dan pekerja mengiur. Tak hanya untuk pensiun pegawainya, tetapi juga mengiur untuk seluruh biaya kesehatan penduduk berusia 65 tahun ke atas. Sistem ini disebut pay as you go. Mengapa pengusaha AS yang sering kita sebut kapitalis tidak menolak?

Banyak pengusaha Indonesia menolak membayar iuran lebih besar (padahal UU BPJS tidak mengatur besaran iuran) dengan alasan beban pengusaha sudah berat dan tidak kompetitif. Jika pengusaha membayar seluruh iuran empat program Jamsostek, besar iuran maksimum hanya 12,7 persen dari gaji sebulan.

Sayangnya, PT Jamsostek gagal melindungi semua pekerja. Setelah 16 tahun bekerja, hanya sekitar 9 juta (kurang dari 30 persen) dari 32 juta pekerja di sektor formal yang terlindungi. Itu sebabnya perlu perubahan.

Di Malaysia, semua pekerja dijamin dengan iuran satu program, yaitu Jaminan Hari Tua, 23 persen gaji sebulan. Padahal, besaran gaji di Malaysia lebih tinggi. Mengapa pengusaha di Malaysia lebih kompetitif? Mengapa Blackberry memilih buka pabrik di Malaysia, bukan di Indonesia?

Jelas, bukan jaminan sosial yang membebani. Di Indonesia, yang menjadi hambatan utama adalah kelemahan pengusaha, birokrasi, dan premanisme. Namun, jaminan sosial yang dikambinghitamkan. Nasib malang pekerja Indonesia. Sudah lemah, tidak terjamin, dibodohi pula.

KAJS & ICW

Catatan Singkat Diskusi KAJS dengan ICW, 10 Agustus 2011:

* UU SJSN dapat membawa kesejahteraan bagi rakyat khususnya dalam masalah kesehatan dalam konteks Universal Healthcare Coverage untuk seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sejalan dengan masud dan tujuan dari perspektif tindakan pemberantasan korupsi yang selama ini diperjuangkan oleh ICW, yakni bermuara pada meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

* ICW pernah melakukan kajian dan penelitian terhadap pengelolaan Jamkesmas, menurut kajian dari ICW dalam konteks kesehatan yakni:

- Penolakan terhadap pasien baik secara implisit dan eksplisit. Hal ini disebabkan masalah tidak adanya pembiayaan.

- Jamkesmas dikelola oleh Kementerian Kesehatan yang bertindak sebagai regulator sekaligus operator. Buruknya dari sistem yang seperti ini adalah tidak adanya pengawasan yang jelas. Contoh praktek yang terjadi, sering kali pihak rumah sakit melakukan mark up biaya yang di claim, hal ini tidak dipermasalahkan sebab dapat menguntungkan kedua belah pihak. (SJSN: mampu menjawab hal ini karena BPJS hanya bertindak sebagai operator, dengan demikian pengawasan menjadi lebih jelas).

- Permasalahan pengklasifikasian kategori siapa yang miskin dan tidak, disebabkan tidak adanya data acuan yang pasti.

- Tidak bersifat portabilitas

*  Sistem Jaminan Sosial Nasional mampu menjawab permasalahan tersebut diatas dengan konsep
Portabilitasnya (universal Coverage)

* Permasalahan keengganan pemerintah untuk melakukan transformasi, faktor utamanya didasar pada ketakutan pemerintah akan kehilangan BUMN tersebut.

* PT Jamsostek, memiliki masalah pada Investasi, dugaan rate investasinya lebih rendah dari perusahaan lain pada umumnya. Misal Perusahaan lain rate investasi mencapai 30%, Jamsostek cenderung pasti dibawahnya.

* BUMN dalam melakukan investasi tunduk pada UU Pasar Modal, dan bukan dikategorikan sebagai keuangan negara. Oleh sebab itu sulit diakses melalui UU Keterbukaan Informasi Publik, kecuali PT jamsostek main di pengadaan barang milik negara. Melalui Keterbukaan Informasi Publik, Peserta bisa mengakses segala hal informasi terkait BPJS nantinya, karena merupakan Badan Hukum Publik, contoh yang bisa diakses antara lain proses transaksi jual beli oleh BPJS.

*  Tidak ada Permsalahan apabila 4 BUMN ingin dilebur, karena aset tetap dan masih sama. Contoh kasus bank century menjadi bank mutiara. Aset nasabah tetap dan tidak hilang. Hanya berubaha namanya saja, serta direksinya juga.

* Apabila ada yang berpikir bahwa Jaminan Sosial harus seluruhnya harus ditanggung oleh negara maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah sebelum SJSN dilaksanakan maka harus menaikkan pajak, sedangkan apabila melihan kondisi kebijakan pemerintah saat ini justru memiliki tren pajak yang menurun. Dengan demikian hampir tidak mungkin SJSN dapat dilaksanakan dengan hanya mengandalkan kemampuan negara.

* Selanjutnya, apabila berpikir sudah sepatutnya negara menjamin nasional, maka seharusnya pendidikan juga demikian, karena itu adalah tanggung jawab negara. Mengapa pendidikan kita bersedia untuk membayar namun jaminan sosial tidak. Jika logikanya konsisten maka kita juga menolak sistem pendidikan yang sekarang ini berjalan.

* BPJS haru berbentuk badan hukum publik, dengan demikian mampu diakses oleh Publik melalui undang-undang keterbukaan Informasi publik. Dengan demikian segala hal apapun terkait dengan penyelenggaraan oleh BPJS nantinya, publik boleh mempertanyakannya, dan BPJS wajib untuk memberikannya, sebab ia adalah badan hukum Publik., contoh hal yang bisa diakses, nota transaksi barang dan jasa yang dilakukan oleh BPJS.

Sedangkan kalau BPJS berbentuk badan hukum BUMN sangat sulit bisa meng-akses informasi tersebut, karena BUMN bersift privat sebab tunduk pada UU BUMN, UU Perseroan Terbatas, dan UU Pasar Modal.
Notes: ICW telah berkomitmen untuk bergabung dengan KAJS, dan siap untuk membantu dan mengawal proses pembahasan RUU BPJS, tidak hanya sampai pada RUU BPJS disahkan menjadi UU, namun sampai UU BPJS juga kelak diimplementasikan!! Mari terus berjuang Kawan, satu lagi kawan kita sudah merapat!

Politik Kotor Anti-BPJS

Politik Kotor Anti-BPJS
Hasbullah Thabrany (Guru Besar UI)

Tanggal 16 Agustus ini Presiden akan menyampaikan nota keuangan, program dan RAPBN 2012. Setelah itu, RUU BPJS akan mendapat waktu satu masa sidang lagi untuk diselesaikan. Semakin dekat target penyelesaian, semakin intensif politik kotor pembusukan RUU BPJS.

Rumusan yang tertuang dalam UU SJSN adalah ‘Konsensus Bangsa’ yang telah diwujudkan dalam dokumen formal UU SJSN. Sebuah UU memang tidak akan pernah memuaskan semua pihak. Tetapi, aturan demokrasi mengharuskan semua pemangku kepentingan menghormati dan menjalankan sebuah UU setelah UU tersebut disetujui DPR dan diundangkan oleh Pemerintah. Akan tetapi kasus, UU SJSN yang merumuskan tujuan inti sebuah negara Republik Indonesia menunjukkan betapa kita belum siap merdeka. Bukan saja Pemerintah tidak menjalankan UU SJSN, yang merupakan kewajibannya sesuai sumpah Presiden, tetapi ada pejabat Pemerintah yang sengaja justeru menentang atau menunda-nunda implementasi UU SJSN. Secara hukum bernegara, hal ini merupakan pelanggaran berat konstitusi UUD45. Tetapi, banyak petinggi negeri ini memang lebih sibuk mengurus kepentingan diri dan kelompoknya.

Dalam lingkungan berbangsa yang mentah seperti itu, maka politik kotor fitnah dan
pemutar balikan fakta mudah tumbuh subur, demi (barangkali) mempertahankan
kocek rejeki yang sedang dinikmati.

Dari Neolib sampai Sogok ADB

Untuk mencapai tujuan negara, mewujudkan rakyat yang adil dan makmur, mutlak diperlukan sebuah sistem jaminan sosial untuk seluruh rakyat, sesuai perintah UUD 1945 pasal 34 ayat 2. Untuk itu, telah diundangkan UU SJSN. Untuk menjalankan UU SJSN yang konsisten, diperlukan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengatur pengelolaan dana jaminan sosial yang transparan, adil, dan memaksimalkan jaminan sosial. Mahkamah konstitusi telah memerintahkan Pemerintah melakukan transformasi pembentukan BPJS dengan UU. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa Pemerintah lalai menjalankan UU SJSN dan UU BPJS dan karenanya menghukum Pemerintah untuk menjalankan UU SJSN. Aspek legal sudah sangat kuat. Aspek teknis sudah disepakati dan dirumuskan dalam UU SJSN. Karena kegagalan dan kelalaian Pemerintah, DPR telah pula mengambil inisitatif menyusun RUU BPJS yang konsisten dengan prinsip-prinsip universal dan best practices di seluruh dunia.

Tetapi,… RUU BPJS memang membuat sebagian orang yang kini sudah nyaman mengendalikan dana pekerja sekitar Rp 190 Triliun tanpa transparansi, memang tidak menyenangkan. Memang, jika segera disetujui, jalan untuk mewujudkan rakyat adil dan makmur akan semakin jelas untuk seluruh rakyat. Bisa difahami (tetapi tidak boleh ditolerir) jika sebagian orang merasa terancam. Dalam keadaan terancam itulah, maka fitnah dan politik kotor ditebar, guna menggagalkan terwujudnya rakyat yang merdeka dari kesulitan ekonomi. Demi kepentingan sekelompok orang.

Salah satu isu busuk yang dilontarkan adalah bahwa SJSN dan BPJS adalah konsep neolib. Bisa jadi isu ini dilepaskan oleh kelompok neolib dengan menggunakan tangan anti-neolib. Kelompok neolib mendapat untung berlipat ganda jika pekerja bisa dibayar murah, tanpa jaminan sosial. Sistem jaminan sosial di dunia adalah padanan untuk melindungi seluruh rakyat dari kerakusan kapitalisme. Jadi, jelas SJSN mengancam kapitalis dan kaum neolib. Untuk meruntuhkan ancaman, politik ‘maling teriak maling’ bisa tumbuh subur pada kondisi rakyat dan buruh miskin di Indonesia.

Salah satu kelompok yang anti BPJS yang berbasis iuran wajib sebagai upaya gotong royong dimotori justeru oleh seorang anggota Dewan Petimbangan Presiden. Kelompok ini menginginkan rakyat tidak mengiur (yang bayar pajakpun kini tidak sampai 10% penduduk), tetapi mendapat jaminan kesehatan, jaminan pensiun dan jaminan lain. Mereka menguji materi UU SJSN dengan meminta keputusan MK bahwa penarikan iuran bertentangan dengan UUD45. Dari mana uang untuk menyediakan jaminan sosial untuk seluruh rakyat? Tidak mau tahu! Yang penting hak rakyat gratis!!. Konsep yang diusung lebih dekat dengan konsep komunisme dan sosialisme. Jika hal ini disetujui MK, maka Indonesia harus direset.

Skema Askes, Pensiun PNS, pensiun DPR, dan Jamsostek menjadi bertentangan
dengan UUD45. Semua pengaturan bubar. Semua rakyat mendapat jaminan sosial
yang sama rasa sama rata yang masuk APBN. Politik kotor lain yang dilontarkan adalah bahwa UU BPJS akan meleburkan dan menghilangkan hak-hak peserta Jamsostek. Tebar isu ini memang bisa memicu protes buruh yang tidak faham jaminan sosial dan tidak faham Jamsostek, bukan buruh/pekerja yang pintar yang bisa membaca isi RUU dan konsep transformasi dengan benar. Konsep RUU BPJS justeru meningkatkan manfaat yang diterima pekerja, memberikan peran pekerja dan pengusaha yang lebih besar dalam kendali dana amanat (dana jaminan sosial), dan menjamin pekerja memiliki jaminan sosial seumur hidup. Semua itu tidak ada dalam Jamsostek sekarang. Tetapi, sebagian buruh yang tidak faham, buta dan tidak mau membaca diprovokasi dengan isu-isu busuk menciptakan ancaman bagi mereka. Inilah teknik adu domba yang kini sedang dimainkan.

Isu gila terakhir lainnya adalah mengusik sentimen nasional dengan mengatakan bahwa RUU BPJS didalangi dan disusun untuk kepentingan asing. Tidak puas dengan kurang lakunya isu ini, sms ditebar yang menyebutkan bahwa beberapa anggota DPR menerima suap dari ADB (Asian Development Bank) menerima milyaran rupiah sebagai sogok untuk mengoalkan UU BPJS. Mereka yang bodoh akan mudah termakan isu ini. Mereka yang pintar akan bertanya, “bagaimana mungkin BPJS yang merupakan badan hukum publik, sama halnya badan hukum
Pemerintah atau Pemda, bisa disusun untuk kepentingan ADB?”. Masih dalam koridor pembusukan BPJS, mereka yang merasa terancam menyebarkan isu bahwa
BPJS adalah privatisasi Jamsostek.  Padahal, ke-empat BUMN (PT Persero ASABRI, Askes, Jamsostek, dan Taspen) justeru merupakan badan hukum privat. Pemutar balikan fakta-fakta seperti itu memang mudah tumbuh subur di negeri yang sedang kacau dan sebagian besar rakyatnya masih berpendidikan rendah.

Adakah Harapan?

Suka atau tidak suka, memang harus diakui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia memang masih mudah jadi umpan isu fitnah. Tetapi,..di negara manapun di dunia, selalu ada orang (meskipun minoritas) yang berakal sehat dan bebas kepentingan. Kelompok inilah yang kita harapkan muncul dan memiliki keberanian. Baik mereka di Pemerintah, di DPR, di perguruan tinggi, di LSM, di serikat pekerja, di KAJS, maupun di masyarakat. Tanda-tanda keberadaan mereka sudah mulai tampak. Semoga dalam dua bulan ke depan, mereka berani tampil sejalan dengan muaknya rakyat terhadap maraknya korupsi, mafia hukum, dan permainan kotor lain di negeri ini. Semoga.

Jakarta, 16 Agustus 2011

Permen & Perpres SJSN & BPJS

Para pengritik UU SJSN tidak paham (tidak mau paham?) bahwa, selain UU BPJS, ada 11 Peraturan Pemerintah dan 10 Peraturan Presiden yg harus dibentuk pemerintah sampai paling lambat 19 Oktober 2009

(lima tahun sejak UU SJSN disahkan).

Dari semua itu, hanya baru ada satu Peraturan Presiden yg disahkan, yaitu tentang Perpres ttg Pengangkatan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (pada tanggal 24 September 2009). Yg lain sebagian sama sekali belum disusun, sebagian sudah disusun draftnya tp semuanya masih masuk di kotak krn pemerintah ogah menindaklanjutinya.

Inilah yg menyebabkan tidak jalannya UU SJSN dan masih adanya ketidakjelasan pd bbrp pasal di dalamnya. Inilah tahap perjuangan kita berikutnya, memperjelas apa yg belum jelas utk kesejahteraan rakyat semua. Sekecil apa pun, berjuang dalam kerja rasanya masih lebih berharga daripada berjuang dalam kata!

SEBELAS Peraturan Pemerintah tsb adalah:

(1) Tentang penerima bantuan iuran peserta Jaminan Sosial dari Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu – [Pasal 14 ayat (3)];
(2) Tentang pembayaran iuran program jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu oleh Pemerintah – [Pasal 17 ayat (6)];
(3) Tentang besaran manfaat uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan pelayanan medis bagi peserta yang mengalami kecelakaan kerja – [Pasal 33];
(4) Tentang besaran iuran jaminan kecelakaan kerja bagi peserta yang terikat hubungan kerja dengan pemberi kerja dan yang tidak ada ikatan hubungan kerja – [Pasal 34 ayat (4)];
(5) Tentang pembayaran manfaat jaminan hari tua kepada peserta, dan kepada ahli waris peserta – [Pasal 37 ayat (5)];
(6) Tentang besaran iuran jaminan hari tua untuk peserta yang menerima upah dan yang tidak menerima upah – [Pasal 38 ayat (8)];
(7) Tentang besaran iuran jaminan pensiun untuk peserta yang menerima upah – Pasal 42 ayat (2)];
(8) Tentang manfaat jaminan kematian – [Pasal 45 ayat (3)];
(9) Tentang besaran iuran jaminan kematian untuk peserta yang menerima upah dan yang tidak menerima upah – [Pasal 46 ayat (4)];
(10) Tentang tata cara pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial – [Pasal 47 ayat (2)];
(11) Tentang kewajiban badan penyelenggara jaminan sosial membentuk cadangan teknis – [Pasal 50 ayat (2)];

SEPULUH Peraturan Presiden tsb adalah:
(1) Tentang susunan organsasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional – [Pasal 10];
(2) Tentang tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional – [Pasal 12 ayat (2)];
(3) Tentang pentahapan pendaftaran pemberi kerja dan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial – [Pasal 13 ayat (2)];
(4) Tentang masa berlaku kepesertaan jaminan kesehatan, dan kewajiban pemerintah membayar iuran bagi peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja, atau mengalami cacat total tetap dan tidak mampu – [Pasal 21 ayat (4)];
(5) Tentang manfaat pelayanan kesehatan dan urun biaya untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan – [Pasal 22 ayat (3)];
(6) Tentang kewajiban BPJS memberikan kompensasi kepada peserta yang di daerahnya belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik, dan fasilitas rawat inap – [Pasal 23 ayat (5)];
(7) Tentang Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin BPJS – [Pasal 26];
(8) Tentang besarnya jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah, peserta yang tidak menerima upah dan peserta yang menerima bantuan – [Pasal 27 ayat (5)];
(9) Tentang tambahan iuran bagi pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari
5 (lima) orang – [Pasal 28 ayat (2)];
(10) Tentang manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun – [Pasal 41 ayat (4)].

Semua info ini sudah ada dalam Gugatan Warga Negara yg diajukan KAJS, 10 Juni 2010, yg sudah disebarluaskan sejak awal gugatan ini dimasukkan. PN Jakarta Pusat pun sudah memutuskan, 13 Juli 2011, bahwa Pemerintah/DPR bersalah karena telah lalai melaksanakan UU SJSN dan memerintahkan utk:
  1. Segera mengundangkan UU BPJS;
  2. Membentuk PP dan Perpres yang diperintahkan UU SJSN;
  3. Melakukan penyesuaian badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dengan UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN.

Rabu, 02 November 2011

BPJS WALI AMANAH

 
Dikhawatirkan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang berbentuk BUMN rawan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu berkaitan dengan kekuasaan atau penguasa; dan, bisa dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten atau tepat,karena untuk kepentingan tertentu. Meskipun, sistem tata kelola perusahaannya jelas, dan telah memiliki sistem akuntansi sertapelaporan keuangan sesuai Standar Akuntansi.

Konsep Pemerintah mengenai BPJS, sebenarnya telah jelas mulai dari Azasnya yang berlandaskan Kemanusiaan, Manfaat, dan Keadilan Sosial (Pasal 2 UU SJSN); Tujuannya yang hendak memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak (Pasal 3 UU SJSN); dana amanat BPJS untuk menjalankan sembilan Prinsip (Gotong-Royong, Nirlaba, Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Portabilitas, Kepesertaan bersifat wajib, Dana Amanat, dan Hasil pengelolaan dana jaminan sosial (jamsos) sepenuhnya untuk pengembangan program).

“Pada perkembangannya, kini telah disepakati untuk membentuk dua BPJS yakni untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, Kecelakaan Kerja, dan Kematian. Sedangkan satu lagi adalah BPJS Pensiun, dan Hari Tua. Meski demikian, bila dianggap perlu dapat dibentuk BPJS baru dengan Undang-Undang (UU),” tutur Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, ketika berbicara pada diskusi bertajuk ‘Format Ideal BPJS: BUMN atau Wali Amanat?” di Rumah Partai Amanat Nasional (PAN), Jakarta Selatan (9/6).

Sebagai badan yang bertugas menyelenggarakan program jamsos berdasarkan UU, kata Isa lagi, fungsi BPJS adalah mengumpulkan iuran, mengelola dan mengembangkan dana jamsos, mengumpulkan dan mengelola data peserta, membayarkan manfaat atau membiayai pelayanan kesehatan, memberikan laporan mengenai penyelenggaraan program, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program. “Adapun wewenang BPJS adalah menagih iuran, menginvestasikan dana jamsos, melakukan pengawasan dan pemeriksaan, serta memungut imbal jasa penyelenggaraan program,” jelasnya. 

Turut berbicara pada diskusi ini adalah Direktur Operasional PT Askes (Persero) Umbu M Marisi, Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Said Iqbal, anggota Pansus DPR RUU BPJS dari Fraksi PAN, Hang Ali Saputra Syah Pahan, dan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat-UI, Hasbullah Thabrany.

Untung-Rugi BPJS BUMN danWaliAmanat

Menurut politisi PAN, Hang Ali, ada sejumlah keuntungan bila BPJS berbentuk Wali Amanat yaitu lebih independen tidak diintervensi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu, karena baik peserta, pemberi kerja ataupun pemerintah memiliki perwakilan; Peserta dan keluarganya akan mendapatkan manfaat yang lebih besar, karena seluruh hasil pengembangan dikembalikan kepada peserta; Dalam pengambilan keputusan peserta mempunyai perwakilan; dan, menjalankan prinsip gotong-royong dimana masyarakat yang tidak mampu akan disubsidi oleh yang mampu.

“Tetapi, bila BPJS berbentuk BUMN, juga ada keuntungannya yakni telah memiliki sistem tata kelola perusahaan yang jelas; dan juga telah memiliki sistem akuntansi dan pelaporan keuangan sesuai Standar Akuntansi,” ujarnya.

Sedangkan kerugian BPJS dalam bentuk BUMN yaitu kendalinyadipegang penuh oleh Pemerintah termasuk pengelolaan dana dan investasi; Peserta mendapatkan manfaat yang lebih sedikit karena sudah dipotong untuk deviden dan membayar pajak; dan, Dalam pengambilan keputusan, kepentingan peserta sering terabaikan oleh kepentingan pemerintah/kekuasaan.“Tak hanya itu, kerugian lain adalah rawan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu berkaitan dengan kekuasaan/penguasa; dan, bisa dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten/tepat karena untuk kepentingan tertentu,” urainya.

Karena itulah, kata Hang Ali, pihaknya merekomendasikan wujud BPJS ke depan berbentuk Badan Wali Amanat, nirlaba sesuai dengan semangat UU SJSN.

Jangan BPJS Tunggal
Sementara itu, Sekjen KAJS Said Iqbal menyarankan agar jangan membentuk BPJS tunggal. Artinya, tetap mempertahankan keberadaan empat BPJS BUMN yang ada (PT Askes, PT Taspen, PT Asabri, dan PT Jamsostek). “Dengan alasan, pertama, dalam jamsos di Indonesia, iurannya ada yang berasal dari iuran wajib pemerintah (APBN) dan ada iuran wajib peserta (pengusaha dan pekerja/buruh). Kedua sumber iuran ini tidak bisa begitu saja digabungkan karena berasal dari sumber berbeda. Harus dipertimbangkan faktor resiko akibat penggabungan BPJS yang telah ada menjadi BPJS tunggal. Misalnya, resiko penyediaan dana PSL (Past Service Liability) Jaminan Pensiun PNS/TNI-Polri akan mencapai Rp 300 triliun dan PSL bagi pekerja swasta juga ratusan triliun rupiah. Bagaimana menggabungkan PSL ini?” urainya.

Kedua, kata Said, bentuk BPJS yang ada (empat BPJS tetap dipertahankan), tetapi kepesertaannya diperluas dan jenis programnya ditambah. “Misalkan saja, BPJS Askes yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan seumur hidup untuk seluruh rakyat Indonesia (termasuk pekerja/buruh),” ujarnya.

Atau, lanjutnya lagi, BPJS Jamsostek yang sekarang ini pesertanya hanya pekerja formal dan jenis programnya hanya empat program yaitu Jaminan Kematian, Kecelakaan Kerja, Hari Tua, dan Kesehatan. Maka, dengan RUU BPJS ini dirubah bahwa peserta BPJS Jamsostek  adalah pekerja formal, pekerja informal, dan TKI dengan jenis programnya menjadi lima program, yaitu Jaminan Kematian, Kecelakaan Kerja, Hari Tua, Pensiun, dan Kesehatan (dimana khusus Jaminan Kesehatan penyelenggaraanya dialihkan ke BPJS Askes). Atau, misalnya lagi, selama ini PNS/TNI-Polri tidak mendapat Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian maka dengan RUU BPJS ini PNS/TNI-Polri mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian,” tuturnya seraya mendesak agar BPJS mempunyai hak  melakukan penindakan hukum (law enforcement).

Badan Hukum Khusus?
Sementara itu, Guru Besar FKM-UI, Hasbullah Thabrany menyarankan, agar BPJS baru nanti adalah merupakan Badan Hukum Khusus yang dibentuk dengan UU. “Jauh lebih bergengsi dari PT Persero yang dibentuk Notaris. Adapun Direksi, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Urusan Nasional sebagai bagian dari Kinerja Nasional, bukan urusan dagang (BUMN). Jauh lebih bergengsi dibandingkan bila diangkat oleh Menteri,” ujarnya.

Perubahan Persero menjadi BPJS, kata Hasbullah, dilakukan seketika. “Tidak perlu likuidasi, tidak perlu perubahan manajemen, tidak perlu perubahan karyawan, tidak perlu merger. Semua sistem yang ada dibawa, kecuali dividen, pajak, dan manajemen tertutup, Dewan Komisaris yang dihilangkan/diganti. Ambil contoh, perubahan Bank Ekspor Impor (BEI) menjadi Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI). Selain itu, insentif direksi dan karyawan berubah: dari laba/tantiem kepada pencapaian efisiensi dan kepuasan peserta,” jelasnya. (fadli)

Sumber : Jamsos

Selasa, 01 November 2011

RUU BPJS akhirnya disahkan.

LUAR BIASA,
RUU BPJS akhirnya disahkan.

Itulah bunyi sebuah sms, ketika sekitar jam 21.00 wib , Jum’at 28/10/2011, bertepatan dengan hari sumpah pemuda, RUU BPJS disepakati sebagai UU. Sebuah perjalanan panjang, yang melibatkan delapan menteri, anggauta DPR yang bekerja tanpa lelah, para ahli yang berdebat didepan media / seminar, serta ribuan pekerja yang menanti didepan gedung DPR telah berakhir “ happy – ending”. 
Betapa lega pengirim sms itu, setelah menanti begitu lama, antara DPR dan pemerintah bisa terjadi kesepakatan. Tidak berlebih, bahwa peristiwa itu perlu dicatat, sebagai bukti, bahwa hati nurani masih berpihak pada rakyat.
Peristiwa itu adalah kemenangan bagi seluruh rakyat. DPR yang selama ini dianggap tidak aspiratif, ternyata tersentuh hatinya, ketika melihat realita hidup rakyat yang diwakilinya, dimana sebagian besar rakyatnya masih belum memiliki program jaminan sosial .
Pemerintah, meskipun harus didesak – desak, juga harus kita apresiasi, bahwa akhirnya bisa juga memahami tugasnya, menyetujui RUU BPJS, sebagai langkah mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kini, tugas besar sedang berada didepan mata . Bagaimana implementasinya , agar tidak kembali mengecewakan rakyat ? .

Langkah pertama, barangkali perlunya sosialisasi konsep / UU yang terkait. Ada kesan, keruwetan yang terjadi selama ini adalah adanya pemahaman yang belum satu. Tidak hanya ditingkat pusat, juga didaerah. 
Demikian juga ditingkat elit, pemimpin organsiasi masa / partai politik / buruh, yang masih mengindikasikan pemahaman yang berbeda. Kesepakatan yang telah terjadi di DPR, hanya dapat diimplementasikan dengan baik , kalau seluruh pemegang kepentingan satu bahasa melaksanakan UU no 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS.

Kedua, diperlukan “ skenario – makro” atau “ the road – map”, bagaimana mengimplementasikan kedua UU itu, dengan batasan waktu yang ditentukan. Bagaimana persiapan BPJS I dan II dapat mengemban tugasnya dengan baik, bukan tugas yang ringan. Bagaimana pentahapannya untuk dapat segera mencapai “ universal – coverage”. 
Semuanya perlu persiapan yang matang, tidak boleh setengah hati, dan memerlukan dedikasi yang luar biasa dari para penyelenggara negara disegala tingkatan birokrasi , serta pimpinan , staf dan seluruh jajaran BPJS I dan II. 
 
Untuk itu diperlukan berbagai Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden yang diperlukan , terkait kesiapan tugas BPJS, peran Pemerintah pusat dan daerah, agar sinergis, tidak tumpang tindih.

Ketiga, perlunya pengawalan implementasi penyelenggaraan UU SJSN dan UU BPJS, yang tentunya akan dilaksanakan oleh DPR, DPRD, pers dan masyarakat . Bagaimana pengadaan sarana dan personil yang diperlukan, khususnya bagi program Jaminan Kesehatan adalah sangat penting. 
Demikian juga dari aspek kesiapan operasionalnya, sehingga adanya kekecewaan masyarakat yang selama ini banyak terdengar dapat diperkecil/ atau dihilangkan sama sekali. Hal ini hanya bisa berjalan, kalau ada “ standar operasional prosedur “ , “ standar / mutu pelayanan” yang harus dijaga, yang harus ditaati oleh seluruh jajaran pemberi pelayanan kesehatan, khususnya di rumah – sakit.

Pengesahan RUU BPJS itu, dengan demikian adalah baru awal dari cita – cita mewujudkan program jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jalan mewujudkan cita – cita pendiri bangsa ini, mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, dengan demikian telah terbuka. Selamat bagi seluruh rakyat Indonesia. Benar, peristiwa itu adalah luar biasa !( Sulastomo )
(Tim Penyusun UU SJSN)
 

RUU BPJS Sah.. Sah.. Sah Sah... !!!

Akhirnya... Setelah perjungan Panjang. lebih dari 2 tahun..
Ribuan kali aksi... panas..hujan..di pukulin aparat.. macet.. laper..
ngg dapet dispensasi..jadi pake cuti.....

Tapi semua terbayar sudah....ketika sekitar jam 21.00 wib , Jum’at 28/10/2011, bertepatan dengan hari sumpah pemuda, RUU BPJS disepakati sebagai UU.  

Ngga berharap bisa langsung menikmatinya.. cuma klo umur panjang.. Gue bisa bilang sama cucu gue. Kakek ikut berjuang cu.. :-* 


Berikut petikan status FB kawan2 pasca di sahkanya RUU BPJS


* Panas.....
Hujan..... 
Semprotan pemadam.... 
Pentungan Polisi...... 
Sudah kita rasakan bersama..... 
Untuk memperjuangkan Jaminan Sosial.

* Alhamdulillah.......... akhirnya UU BPJS disahkan dan mulai berlaku per 1 Januari 2014. Sejarah baru bagi Rakyat Indonesia, Negara bertanggung jawab atas perlindungan kesehatan, kecelakaan, pensiun, kematian dan hari tua. Semoga tidak ada lagi cerita orang miskin/tidak mampu tidak bisa berobat hingga akhirnya meninggal dunia. Atas nama rakyat Indonesia kuucapkan terima kasih kepada kawan-kawan pejuang KAJS yang selalu setia mengawal, tak peduli panas, hujan, hingga pagi menjelang kalian tetap setia berjuang.
* 28 Oktober 2011 dengan KAJS awal pergerakan buruh bersatu di Indonesia... semoga di kesepatan lain BURUH BERSATU untuk terus menggempur para penghianat di negeri ini... BRAVO KAJS
 * Selamat bagi kita semua, puji syukur kehadirat Allah SWT. Semoga seluruh rakyat indonesia menikmatinya. Amin
Alhamdulilah ya Allah........hatur nuhun dikabulkan perjuangan teman-teman KAJS.
Selamat kepada ksatria ksatria KAJS dan kepada semua pihak yang mendukung perjuangan ini. Semoga Allah SWT memudahkan perjalanan selanjutnya dan hidup penuh berkah.
* Ibarat mobil mereka hanya baut pengikat plat nomor tapi bagiku dia segalanya dalam perjuangan di KAJS makasih tuk nurdin ,isnaini ,amir ,risna ,kris,otang,tari,henut ,ozi,rohman,yayan,dadang,marwanto,adi,slamet,roni ,sopir mobil komando(yg blm kesebut tar dipostingan part II ,sambil mikir siapa aja)
 
 
 




Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah melalui perdebatan alot akhirnya RUU BPJS disahkan menjadi Undang-undang dalam rapat paripurna DPR. Indonesia pun kini sudah memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).


Ketua Pansus RUU BPJS Ahmad Nizar Shihab menjelaskan, dalam rapat kerja itu, pemerintah dan DPR bersedia mengambil jalan tengah terbaik. Yaitu BPJS 1 akan beroperasi sejak 1 Januari 2014, sementara BPJS 2 yang membidangi masalah ketenagekerjaan dimulai pembentukannya bukan pada 2014.


"Namun beroperasi paling lambat Juli 2015," ujar Shihab di gedung DPR, Jakarta, Jumat(28/10/2011).
Dengan persetujuan tersebut kata Shihab sejarah terukir dimana untuk pertama kali Indonesia memiliki Badan penyelenggaraan jaminan sosial. "Semoga ini dicatat sejarah dan juga tiket kita ke surga." Ujar Wakil Ketua DPR, Pramono Anung.

Sementara itu dalam pidatonya mewakili pemerintah Menteri Keuangan, Agus Martowardojo mengatakan pada prinsipnya Pemerintah memahami dan mendukung pembentukan BPJS sebagai amanat UUD 1945 dan UU sistem jaminan sosial nasional.

"Kami sangat menyambut baik karena pada akhirnya anggota dewan menyetujui beberapa substansi yang kami usulkan seperti pembentukan dua BPJS, serta dibentuknya dewan pengawas yang akan dipilih oleh DPR,"pungkasnya.

BPJS 1 & BPJS 2

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui Sidang Paripurna DPR-RI, Jumat (28/10/2011) kemarin diapresiasi banyak pihak. Salah satunya praktisi hukum Ahmad Rivai.

Menurut mantan anggota tim penasihat hukum Bibit-Chandra itu, UU BPJS mutlak diperlukan untuk melindungi rakyat dan khususnya kaum buruh. Oleh karenanya, UU itu seharusnya sudah ditelurkan sejak dulu dan tidak karena desakan kaum buruh melalui aksi demonstrasi kemarin.

Negara sendiri, menurut Rivai, harus mengakui bahwa mereka membutuhkan kontribusi rakyatnya saat ini. "Mestinya dari dulu bangsa ini peduli dengan warganya termasuk kaum buruh," katanya dalam pesan singkat kepada Tribun, Sabtu (29/10/2011).

Setelah pengesahan ini, Rivai berharap, negara dapat membentuk suatu perangkat hukum yang lebih khusus untuk mengatur teknis pelaksanaan aturan-aturan yang termaktub dalam UU itu.
"Dibuat perangkat hukum dibawahnya untuk mengatur pelaksanaannya secara rinci dan teknis. Supaya jelas penafsirannya UU pasal per pasalnya," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, setelah penantian selama 7 tahun, akhirnya RUU BPJS disahkan di sidang paripurna DPR kemarin. DPR dan pemerintah menyepakati bahwa BPJS 1, atau BPJS Kesehatan, akan berjalan penuh tanggal 1 Januari 2014. Untuk BPJS 2, atau BPJS Ketenagakerjaan, akan didirikan 1 Januari 2014 dan berlaku penuh paling lambat bulan Juli 2015.


Sumber Berita & Foto :  TRIBUNNEWS

Massa yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) melakukan solat Maghrib berjamaah, saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jumat (28/10/2011). Massa menuntut agar DPR segera mengesahkan Undang undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) hari ini juga. Mereka menyatakan akan terus mengepung Gedung DPR RI sampai pansus RUU BPJS betul betul disahkan. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

KETERANGAN PERS 1 November 2011

KETERANGAN PERS
 
KOMITE AKSI JAMINAN SOSIAL

 1 November 2011

“Pengesahan UU BPJS, Bukti Kedaulatan Rakyat yang Sesungguhnya!!!”

“UU BPJS adalah sumbangan kecil gerakan buruh untuk seluruh rakyat Indonesia”

“KAJS akan bentuk Komite Pengawas BPJS”

Saudara sebangsa dan setanah air, puji dan syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa, atas berkat, rahmat, perlindungan, dan karunia-Nya kita berhasil mendesakkan disahkannya Rancangan Undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) menjadi Undang-undang pada tanggal 28 Oktober 2011 kemarin, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.

Tidak lupa Komite Aksi Jaminan Sosial, yang sudah dua tahun ini tidak jemu-jemu berjuang mendorong pengesahannya, juga ingin mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh elemen masyarakat: buruh, mahasiswa, petani, nelayan, dan organisasi masyarakat sipil lain, serta anggota DPR, TNI, Polri, sebagian aparat birokrasi, media massa, yang secara terus menerus dan konsisten memperjuangkan terwujudnya jaminan sosial di Negeri ini, melalui disahkannya RUU BPJS.

Dengan hadirnya UU BPJS, diharapkan perwujudan penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, melalui lima jaminan sosial dasar, yakni: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun, benar-benar dapat diwujudkan di Negeri ini.

UU BPJS yang mengatur teknis penyelenggaraan jaminan sosial, seperti bentuk badan hukum, operasional penyelenggaraan, kepesertaan, iuran, dan sanksi, dapat menjadi tonggak utama dalam mereformasi sistem penyelenggaraan jaminan sosial terdahulu, yang mana masih bersifat diskriminatif dalam kepesertaan, limitatif dalam pemberian manfaat, tidak transparan dalam pengelolaan, serta rawan manipulasi dan korupsi karena sulit diawasi publik dalam penyelenggaraannya.

Meski UU BPJS sudah disahkan, KAJS menyadari bahwa UU ini masih membutuhkan pengawalan ekstra dalam proses finalisasinya. Oleh sebab itu KAJS akan membentuk “Komite Pengawas BPJS” (BPJS Watch) dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak yang kompeten dan memiliki integritas seperti akademisi, Indonesian Corruption Watch, anggota DPR, yang berkomitmen, dan lain-lain, untuk mengawasi proses sinkronisasi, harmonisasi, sampai ditandatangani UU BPJS ini oleh Presiden (paling lambat 28 November 2011). 
 
Hal ini dilakukan guna mengantisipasi hilangnya ayat atau pasal dalam UU ini, sebagaimana pernah terjadi pada UU Tembakau dulu. Komite Pengawas BPJS juga akan mengawasi implementasi langsung dari jaminan sosial menyeluruh bagi seluruh rakyat mulai tahun 2014 dan 2015 nanti.

Perjuangan KAJS belum selesai, mengingat masih banyak hal-hal teknis yang oleh UU BPJS diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP), seperti pengaturan mengenai tata cara pembayaran iuran, tata cara pemilihan Dewan Pengawas dan Dewan Direksi, dll. 
Maka KAJS mendesak agar Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Pemerintah melalui jajaran Kementerian terkait, untuk sesegera mungkin menyiapkan semua instrumen hukum yang dibutuhkan, guna melengkapi undang-undang yang ada yakni UU SJSN dan UU BPJS. Agar cita-cita terwujudnya jaminan sosial di Negeri ini, tidak hanya tertuang di secarik kertas saja.

KAJS menilai perjuangan disahkannya RUU BPJS menjadi pintu masuk pendidikan politik dan kewarganegaraan yang sesungguhnya bagi buruh dan seluruh masyarakat dalam proses penentuan kebijakan di Negeri ini. Dorongan yang luar biasa besar dari masyarakat agar RUU BPJS disahkan melalui berbagai macam cara, terbukti mampu menentukan kebijakan politik Pemerintah dan DPR yang berujung pada disahkannya UU BPJS. 
Setelah proses pembahasan RUU ini melewati empat kali masa sidang, mengingat alotnya perdebatan antara DPR dan Pemerintah yang sering kali berujung pada deadlock. Semoga UU BPJS menjadi tonggak awal terciptanya perangkat peraturan perundang-undangan yang berpihak pada kesejahteraan Rakyat Indonesia.

Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain bahwa seluruh elemen masyarakat Indonesia, harus terus merapatkan barisan, menggalangkan kesatuan, demi terwujudnya cita-cita besar yang kita harapkan bersama yakni jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. 
Terbukti kita tidak lagi bisa mengandalkan pemerintahan Negara ini, dan kekuatan rakyat secara langsung lebih menentukan. Untuk itu, mulai saat ini biarlah kedaulatan rakyat yang menentukan ke mana negara ini akan dibawa. UU SJSN dan UU BPJS adalah payung hukum dan acuan dasar bagi rakyat untuk menuntut haknya sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) UUD 1945. 
Marilah kita mengawal dan mengawasi bersama penyelenggaraan jaminan sosial di Negeri ini, agar sesuai dengan maksud dan tujuannya.

Bagi sebagian pihak yang masih menolak UU BPJS, dan khususnya transformasi keempat penyelenggara jaminan sosial yang sudah ada (PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri, dan PT Taspen), kami ajak bergabung untuk bersama kami memperjuangkan perubahan besar ini. 
Lepaskanlah kepentingan kelompok dan organisasi semata. Bagaimanapun UU BPJS telah disahkan, dan kendaraan untuk kita menuju ke jaminan sosial menyeluruh bagi seluruh rakyat telah tersedia. Ia juga dan telah memberikan harapan baru akan suatu perubahan kondisi yang lebih baik karena sekarang publik bisa dan harus terlibat dalam seluruh prosesnya. 
Marilah kita secara bersama-sama mengawal implementasi jaminan sosial di Indonesia, bukan dengan cara menolak, karena menolak hanya membuat kondisi menjadi status quo, yang artinya rakyat Indonesia akan terus kehilangan martabatnya sebagai manusia.

Akhir kata, terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh pejuang buruh yang telah korbankan waktu, tenaga, biaya, bukan sekadar hanya untuk kepentingan buruh tapi untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. 
Tetap semangat pejuang Buruh!!! Perjuangan dan pengorbanan kawan-kawan masih akan terus dibutuhkan demi terciptanya kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia. UU BPJS adalah sumbangan kecil gerakan buruh untuk seluruh rakyat Indonesia, sejarah akan mencatat itu.

Jakarta, 1 November 2011
Presidium: Said Iqbal (Sekretaris Jenderal, 08158235479), R. Abdullah, Indra Munaswar (08159559867), Ali Akbar, Timbul Siregar, Muhamad Rusdi, Surya Tjandra

Senin, 31 Oktober 2011

BPJS Watch

Buruh Bentuk BPJS Watch


JAKARTA, KOMPAS.com — Menyusul  pengesahan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) menjadi Undang-Undang (UU) BPJS, kalangan buruh dan pekerja yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) membentuk BPJS Watch. BPJS Watch akan mengawasi kinerja BPJS selama proses transisi dan persiapan hingga Januari 2014.


"Dikhawatirkan, tanpa BPJS Watch, khusus proses transformasi empat BUMN, yakni Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri, menjadi BPJS I dan BPJS II tidak berjalan sungguh-sungguh dan main-main," kata Sekjen KAJS Said Iqbal kepada Kompas, Sabtu (29/10/2011), di Jakarta.

Dengan BPJS Watch, menurut Said, buruh dan pekerja serta seluruh rakyat Indonesia akan memantau keseriusan pemerintah menjalankan amanat UU BPJS dengan segera terbentuknya BPJS I dan BPJS II sesuai keinginan bersama dalam UU BPJS.

Said mengatakan, BPJS Watch juga akan mendesak DPR dan pemerintah agar segera melakukan audit investigasi terhadap keuangan Jamsostek dan Askes sebelum mereka bertansformasi menjadi BPJS I dan BPJS II.

"Kami juga akan mendesak Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang sudah terbentuk belum lama ini untuk secepatnya menyusun aturan pelaksanaan program jaminan sosial," kata Said.

Setelah berbulan-bulan dibahas, Jumat (28/10/2011) malam, Sidang Paripurna DPR akhirnya mengesahkan RUU BPJS. Pengesahan dilakukan setelah semua fraksi di Panitia Khusus DPR tentang BPJS dan pemerintah sepakat bahwa pembentukan badan hukum BPJS II yang mengelola jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun atau transformasi PT Jamsostek terbentuk pada 1 Januari 2014 dan dioperasionalkan paling lama pada Juli 2015. BPJS I tentang kesehatan akan terbentuk dan dioperasionalkan pada 1 Januari 2014.

Sumber : Kompas 

BPJS Akan Naikkan Daya Beli Masyarakat

JAKARTA, KOMPAS.com — Penerapan UU Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) I dan II akan berdampak positif bagi kesehatan dan daya beli masyarakat. Demikian kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa.


"Itu perlindungan sosial, dengan mereka diproteksi, dengan perlindungan, dengan kesehatan, dengan segala macam, maka relatif mereka (masyarakat) lebih sehat," ujar Hatta di Jakarta, Minggu (30/10/2011).
Selain itu, kata dia, daya beli masyarakat pun relatif meningkat. Ini karena pengeluaran yang tadinya buat kesehatan kini ditanggung pemerintah.

"Ini merupakan dua mata sisi dari pembangunan ekonomi kita yang tidak bisa dipisahkan, satu strong growth (yakni) kita dorong ekonomi kita dengan pertumbuhan yang tinggi. Namun, di sisi lain ada program-program perlindungan sosial," tutur dia.

Akan tetapi, terkait dengan kesiapan fiskal, ia menyebutkan, pemerintah harus siap. Hatta pun bersyukur dengan keberadaan satu pasal yang mengatur tentang apabila terjadi gejolak perekonomian, pemerintah bisa mengambil satu kebijakan fiskal.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa pemerintah harus belajar dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Jangan seperti Eropa yang terlalu berat ke perlindungan sosial dan subsidi, tapi ternyata ekonomi negara-negara tersebut tidak kuat. Akhirnya, berujung pada defisit anggaran negara. "Kita belajar dari situ," tutur Hatta.

Untuk diketahui, BPJS I akan beroperasi mulai 1 Januari 2014 dan langsung menyelenggarakan program jaminan kesehatan, termasuk menampung pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) dan PT Asabri (Persero).

Sementara itu, badan hukum BPJS II yang mengelola jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun atau transformasi PT Jamsostek terjadi pada 1 Januari 2014, dan dioperasionalkan paling lama pada Juli 2015.

Sumber : Kompas 

Selasa, 25 Oktober 2011

Perempuan Menuntut Jaminan Sosial

 Perempuan Menuntut Jaminan Sosial


VIVAnews - Seribu lebih perempuan yang tergabung dalam 'Perempuan Menuntut Jaminan Sosial' akan menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara, hari ini. Mereka akan menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).





Perjuangan perempuan Indonesia yang didukung pembantu rumah tangga (PRT), buruh pabrik, perawat, pegawai swasta, dan mahasiswi itu akan melakukan long march dari Bundaran Hotel Indonesia sejak pukul 09.00 WIB dan menggelar aksi di Istana Negara.


"Kami mengajak seluruh rakyat, terutama perempuan Indonesia menjadi bagian dari barisan perjuangan perempuan," kata aktivis perempuan Rieke Diah Pitaloka, yang juga anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP di Jakarta, Minggu 23 Oktober 2011.

Selain Rieke, sejumlah orator lain seperti Prof Musdah Mulia, Prof Achir Yani, Anis Hidayah, dan Mariana Amirudin direncanakan hadir memberikan dukungan. Sejumlah pentas seni seperti perkusi dapur, dangdut dorong akan memeriahkan aksi ini.

Rieke menjelaskan, pengesahan RUU BPJS sudah sangat mendesak. Karena jika tidak segera diputuskan, tidak akan terealisasi sebab masa sidang akan berakhir pada 28 Oktober 2011.

"Sudah empat kali sidang, dan Senin 24 Oktober 2011 besok akan dilakukan lagi," katanya.

Selasa, 18 Oktober 2011

BURUH KAJS AKSI DI BEJ

BURUH KAJS AKSI DI BEJ

Jakarta, PelitaOnline-ALIANSI Buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) menagih janji kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR RI untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS).

"Kami mendesak pemerintahan SBY utk kembali melakukan pembahasan minggu depan. Presiden dan DPR RI harus membuktikan janji politiknya dan harus membuka hati nuraninya bahwa jaminan sosial adalah hak rakyat," ujar Sekjen KAJS Said Iqbal, Senin (17/10).

Said juga mengungkapkan bahwa KAJS mendesak pimpinan DPR agar mengambil sikap tegas dan mengajak seluruh anggota Pansus RUU BPJS untuk berkomitmen

"Seluruh fraksi untuk sama-sama berjuang berkomitmen agar RUU BPJS selesai akhir masa sidang ini. Kalau perlu memanggil presiden atas sikap delapan menteri yang berulangkali mengabaikan kesepakatan," tegasnya.

KAJS memandang bahwa RUU BPJS akan sangat dinantikan oleh seluruh rakyat Indonesia dan karenanya kelompok yang masih menolak dan tidak mau adanya jaminan sosial dinilai sebagai kelompok yang sarat dengan kepentingan pribadi dan kelompok.

Maka, KAJS mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk melakukan perlawanan atas sikap semena-mena pemerintah SBY yang mengulur-ulur waktu pembahasan RUU BPJS.

Sumber : Pelita Online

Aksi Demo di Cikeas


Buruh Ancam Geruduk Kediaman SBY di Puri Cikeas




JAKARTA- Buruh mengancam akan menduduki kediaman presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, jika Pemerintah tidak segera menyelesaikan dan mengesahkan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bersama DPR.

Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mengancam akan mendatangi kediaman SBY di Ciekas pada 20 Oktober 2011 mendatang. KAJS yang mengklaim memiliki masa sekira 2 juta buruh, dari 69 elemen masyarakat dan 30-an Serikat Buruh itu, mengaku kecewa atas sikap Pemerintah yang terus mengulur-ulur waktu dalam pembahasan dan penyelesaian RUU BPJS itu menjadi UU.

“Kami saat ini sudah melayangkan untuk kepentingan bersilaturahmi dengan Presiden SBY di kediamannnya di Puri Cikeas tersebut pada tanggal 20 Oktober mendatang. Acaranya silaturahmi menanyakan penyelesaiakn BPJS, namun ya kami bawa masa lah,” ujar anggota Presidium KAJS Indra Munaswar saat jumpa pers di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/10/2011).

Pihaknya, kata Indra, akan menggelar aksi unjuk rasa untuk mendesak penyelesaian RUU BPJS ini hingga puncaknya pada tanggal 28 Oktober mendatang. “Di mana masanya, akan menduduki 10 kawasan industri strategis. Jika sampai tanggal 28 Oktober RUU BPJS itu tidak disahkan, mereka juga akan menduduki Kantor BEI dan Istana Negara,” katanya.

Lebih jauh Indra menjelaskan, pihaknya melihat kondisi saat ini, sangat sulit RUU PBJS dapat diselesaikan dalam masa persidangan DPR yang akan segera berakhir pada 28 Oktober pekan depan. Maka dari itu pihaknya mendesak DPR untuk segera memanggil Presiden jika memang perlu untuk menuntaskan penyelesaian pembahasan RUU BPJS itu.

“Sehingga semestinya DPR memanggil Presiden untuk meminta komitmennya kembali guna menyelesaikan RUU tersebut. Kalau perlu DPR semestinya menggunakan hak Politiknya, seperti hak menyatakan pendapat hingga impeachment jika Pemerintah terus mengulur waktu menyelesaikan RUU BPJS tersebut,” tandasnya.
(ugo)

Sumber : Okezone  

AUDIT Jamsostek

 AUDIT Jamsostek

ICW Desak BPK Audit Jamsostek

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit pengelolaan dana titipan pekerja di Jamsostek.


Kordinator ICW Febri Hendri, yang ditemui di Jakarta, Selasa (18/10/2011), mengatakan, Jamsostek telah mengalami kerugian miliaran rupah dalam investasi portofolio yang dilakukan secara gegabah.
"Kami melihat ada keganjilan dalam investasi Jamsostek pada Bukopin, Bank Persyarikatan Indonesia (BPI), pembelian saham Garuda Indonesia, dan lain-lain," kata Febri.

Dana yang ditempatkan di Bukopin, ungkap Febri, mencapai Rp 1 triliun. Padahal, penempatan dana di Bukopin tidak masuk dalam rencana investasi.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menambahkan, pembelian saham di Garuda Indonesia mengalami kerugian dari dana Rp 120 miliar untuk membeli saham senilai Rp 800 per lembar, sekarang nilainya turun menjadi Rp 500 per lembar.

Di Bank Persyarikatan Indonesia (BPI) terjadi penurunan nilai saham, yang mengakibatkan kerugian sekurangnya Rp 15 miliar.

Humas BPK, Gunarwanto, mengatakan, akan menerima dan mempelajari berkas yang disampaikan.
"Kami akan teruskan kepada pimpinan dan unit kerja terkait, atas permintaan audit investigasi Jamsostek," kata Gunarwanto.

Sumber : Kompas :

Menolak Tidak Jelas

Hasil Aksi Penolakan RUU BPJS dari SPN: 
 "Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengaku tidak akan terpengaruh ribuan buruh yang menggelar aksi di depan gedung DPR untuk menolak RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). RUU BPJS tetap akan diselesaikan.
dan Priyo berjanji akan segera menkomunikasikan langsung dengan delapan kementerian. "Kepada semua pihak termasuk perusahaan yang punya modal besar jangan ikut-ikut intervensi kami bahkan mengerahkan massa untuk menolak RRU BPJS," kata Priyo di gedung DPR/MPR Jakarta
 
 RMOL. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengaku tidak akan terpengaruh ribuan buruh yang menggelar aksi di depan gedung DPR untuk menolak RUU Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS). RUU BPJS tetap akan diselesaikan dan Priyo berjanji akan segera menkomunikasikan langsung dengan delapan kementerian.

Ketua DPP Golkar ini mengatakan bahwa Presiden SBY-Boediono sudah  secara khusus bertemu dengan pimpinan DPR untuk membahas masalah BPJS. Dan Priyo termasuk salah satu pihak yang ingin segera menuntaskan RUU BPJS. Dengan RUU BPJS ini masyarakat luas yang bukan tenaga kerja, termasuk TNI dan Polri, akan mendapat perlindungan lima jaminan sosial yang terdiri jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Priyo juga mengingatkan beberapa perusahaan dengan modal besar. Terutama terkait dengan kabar ada banyak perusahaan besar yang membiayai segala upaya untuk menolak RUU BPJS, termasuk untuk membayar aksi para buruh.

"Kepada semua pihak termasuk perusahaan yang punya modal besar jangan ikut-ikut intervensi kami bahkan mengerahkan massa untuk menolak RRU BPJS," kata Priyo di gedung DPR/MPR Jakarta (Selasa, 14/10).

"Kami tidak akan tinggal diam dan kami akan melawan. Kita akan segera sahkan RUU BPJS ini. Sekali lagi, (bila tidak mensahkan RUU BPJS ) kita berdosa terhadap rakyat yang selama ini tidak mempunyai jaminan sosial," demikian Priyo
 
Sumber : Rakyat Merdeka Online

Senin, 26 September 2011

SIARAN PERS KAJS, 25 September 2011

SIARAN PERS KAJS :  Bom Solo

KAJS mengutuk dg keras terhadap pelaku dan Operator pemboman di Gereja Kepunton, Solo yg terjadi hari ini jam 10 pagi. 
Siapa pun mereka dan apapun agamanya, itu adalah perbuatan manusia biadab. 
Geraja dan tempat2 ibadah apapun termasuk Masjid dan orang2 yg melakukan ibadah di dalamnya, bukanlah orang2 yg punya urusan dg para perencana dan pelaku pemboman. 
Karena itu, kita seluruh rakyat Indonesia harus segera berdoa kpd Allah, Tuhan Yg Maha Esa agar segera menurunkan kutukan-NYA kpd siapa pun yg selalu berlaku dan akan berlaku biadab kpd sesama manusia.

Kejadian pemboman hari ini, sebagai bukti bahwa Pemerintah masih terus lalai melindungi rakyatnya. Pemerintah masih tdk peduli dg masalah2 sosial dan masalah2 kehidupan yg dihadapi kebanyakan rakyat. 
Ketimpangan sosial yg masih sangat luas di masyarakat, akan terus memicu orang2 atau pihak2 tertentu utk terus membuat kekacauan dimasyarakat. Kondisi seperti ini merupakan lahan subur utk terjadinya konflik horizontal di tengah2 masyarakat dg berbagai modus.

Salah satu cara utk mengurangi kondisi sosial yg sdh cukup parah di masyarakat, maka tdk ada alasan apa pun bagi Presiden utk terus menunda pembentukan UU BPJS yg mensejahterakan rakyat. (Indra Munaswar, Anggota Presidium KAJS)

Rabu, 21 September 2011

4 BPJS JAMINAN SOSIAL

 KAJS SEJAK MARET 2010 TETAP MENGHENDAKI 4 BPJS.

“ JANGAN PERNAH LELAH BERJUANG sampai RUU BPJS DISAHKAN “

KAJS sejak sebelum RUU BPJS disahkan sebagai RUU Insiatif DPR pada 29 Juli 2010 hingga sekarang ini tetap menghendaki PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES ditransformasi ke dalam 4 (empat) BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS.


1. BPJS KESEHATAN;
Transformasi dari PT ASKES, Program JPK (Jaminan Pemeliharan Kesehatan) PT JAMSOSTEK, JPK TNI dan JPK POLRI dan Program Jamkesemas; untuk menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, tanpa diskriminasi dan tanpa limitasi berdasarkan prinsip
portabilitas dan ekuitas.


2. BPJS TENAGA KERJA;
Transformasi dari PT JAMSOSTEK; untuk menye-lenggarakan Program JKK (Jaminan Kece-lakaan Kerja), JHT (Jaminan Hari Tua), JP (Jaminan Pensiun) dan JKm (Jaminan Kematian) bagi pekerja/buruh formal, informal termasuk petani, nelayan, PRT, TKI, dan peserta mandiri yang mampu (Wirausaha).


3. BPJS PNS;
Transformasi dari PT TASPEN; untuk menyelenggarakan Pro-gram JKK, JHT, JP dan JKm bagi PNS termasuk PPT (Pegawai Tidak Tetap), PHL (Pegawai Harian Lepas) dan Tenaga Honorer yang dipekerjakan pada kantor pemerintahan dan sekolah. (Catatan: Pemerintah banyak mempekerjakan PTT, PHL dan Tenaga Honorer dengan cara melawan hukum. Sangat banyak yang telah memiliki masa kerja hingga puluhan tahun tanpa diangkat sebagai PNS).

4. BPJS TNI-POLRI;
Transformasi dari PT ASABRI; untuk menyelenggarakan Program JKK, JHT, JP dan JKm bagi Prajurit TNI dan Anggota Polri termasuk warakawuri, veteran, dan lain-lain.


Dalam implementasinya KAJS sadar harus ada beberapa pertimbangan :

Pertama, Politis.
Apakah komitmen politik dan kepentingan politis serta konsensus politis antarberbagai pihak pemangku kepentingan sudah dicapai.Yang paling penting adalah keinginan politik ( Political Will ) dari Presiden selaku Kepala Negara untuk mensejahterakan rakyatnya .

Kedua, Fiskal negara dan ekonomi kita sudah cukup dapat memenuhi pembiayaan dari negara.

Sebagai contoh, di banyak negara, program jaminan sosial dimulai dan dapat terselenggara dengan pendapatan per kapita lebih dari 2.000 dolar AS. Jerman memulai program asuransi kesehatan sosial saat pendapatan per kapita 2.237 dolar AS, Austria 2.420 dolar AS, dan Jepang 2.140 dolar AS. Pendapatan per kapita Indonesia saat ini mulai menginjak 3.000 dolar AS. Ini artinya bahwa kita sudah siap secara ekonomi.

Ketiga segi hukum

Presiden dan DPR sudah lalai lebih dari 5 ( lima )tahun tidak menjalankan SJSN sehingga secara hukum itu tidak ada lagi alasan apapun bagi DPR dan Pemerintah untuk terus menunda-nunda pembentukan UU BPJS untuk membentuk BPJS pada masa persidangan DPR periode 15 Agustus s.d 21Oktober 2011.

Berdasarkan hal hal diatas maka KAJS bersama JALA PRT,SBMI,PPNI dan juga ICW ( Indonesia Corrupton Watch ) menuntut :

1.SAHKAN RUU BPJS yang jadi kunci dasar untuk terwujudnya UU yang berkeadilan sosial paling lambat 21 Oktober 2011.

2.RUU PRT harus mulai dibahas pada Oktober 2011 dan masuk dalam Prolegnas 2012

3.Revisi UU 39/2004 tentang PPTKILN harus mengacu pada konvesi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan hak hak buruh migrant dan keluarganya.

4.RUU Keperawatan harus dibahas paling lambat Oktober 2011.

“Presiden dan DPR RI harus membuka HATI NURANI nya bahwa Jaminan Sosial adalah hak rakyat dan sadarlah bahwa saatnya nanti tidak juag dipenuhi HAK KONSITUSI RAKYAT maka pilihan nya PRESIDEN HARUS MUNDUR” .

“ JANGAN PERNAH LELAH BERJUANG sampai RUU BPJS DISAHKAN “

Jakarta, 19 Agustus 2011

KOMITE AKSI JAMINAN SOSIAL
Ir. Said Iqbal, M.E.
Sekretaris Jenderal

Selasa, 13 September 2011

Substansi SJSN

Substansi SJSN

Substansi SJSN pada dasarnya ditujukan untuk perluasan kepesertaan,
peningkatan dan perluasan manfaat, serta koreksi terhadap
penyelenggaraan program jaminan sosial yang telah berjalan.


Di kalangan pegawai negeri (PNS) dan anggota TNI/Polri belum ada jaminan kecelakaan
kerja sehingga kalau terjadi kecelakaan kerja tak ada santunannya.

Jaminan pensiun PNS, anggota TNI/Polri sebagian besar juga menjadi beban
APBN sehingga dalam jangka panjang akan memberatkan APBN.

PNS, anggota TNI/Polri dengan demikian juga tertutup memanfaatkan nilai
tambah investasi dananya. UU SJSN mengamanatkan mengubah sistem pensiun
menjadi funded–system, di mana iuran jaminan pensiun dibayar oleh
peserta (PNS dan anggota TNI/Polri) dan pemberi kerja (pemerintah) dan
diserahkan kepada BPJS.

BPJS dapat menginvestasikan dana yang dikelola sehingga membuka peluang peserta menikmati nilai tambah hasil investasi.

Tenaga kerja swasta, baik formal maupun nonformal, sebagian besar belum
memiliki jaminan pensiun dan jaminan kesehatan purnatugas.

Adapun bagi masyarakat yang kurang mampu, sesuai Pasal 34 Ayat 1 UUD 1945, mereka
bisa menjadi bagian dari Program Jaminan Sosial sebagai peserta penerima
bantuan iuran, di mana iuran jaminan sosial mereka dibayarkan oleh
pemerintah.

Jadi, adalah keliru kalau SJSN akan memberatkan pemerintah. Sebaliknya,
SJSN akan lebih menyehatkan dan meningkatkan kemampuan pemerintah
membiayai pembangunan ekonomi.

Hambatan

Salah satu hambatan yang dihadapi sejak penyusunan RUU SJSN adalah
kekhawatiran dari kalangan dunia usaha. Selain merasa terbebani iuran
jaminan sosial juga ancaman atas usahanya, khususnya industri di sektor
asuransi, farmasi, dan kesehatan.

Kekhawatiran yang sesungguhnya tidak beralasan karena Program Jaminan
Sosial telah diberlakukan di banyak negara, di mana tenaga kerja
merupakan aset perusahaan yang harus dijamin kesejahteraannya.

Di samping itu, pasar juga masih terbuka bagi kalangan masyarakat yang
ingin memiliki santunan dan jaminan yang lebih besar, yang jumlahnya di
Indonesia juga cukup bermakna.

Dengan kenyataan seperti itu, tuntutan terhadap jaminan sosial makin
mendesak, khususnya penyelesaian pembahasan RUU BPJS yang sedang dibahas
antara pemerintah dan DPR. (Sulastomo – Direktur Operasional PT Askes
Indonesia, 1986-2000; Ketua TIM SJSN, 2001-2004)

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes