Minggu, 14 Agustus 2011

Sistem Jaminan Sosial Nasional

Sistem Jaminan Sosial Nasional: Apakah itu?


Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak pihak berharap tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial” akan segera luntur. Kenyataannya jauh panggang dari api, sudah lewat lima tahun UU SJSN itu disahkan, hingga kini belum kunjung terealisasi. Berikut adalah beberapa hal yang diatur dalam UU SJSN ini. 

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seumur hidup. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatannya, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.


 SJSN seperti yang diatur dalam UU No. 40/2004 adalah jaminan sosial yang berbentuk asuransi sosial dan bantuan sosial atau kombinasi keduanya. Asuransi sosial maksudnya tiap orang yang bekerja dan yang mempekerjakan orang lain, baik itu di sektor formal ataupun informal selama dia mampu wajib mengiur tiap bulannya sesuai dengan prosentasi tertentu untuk jaminan sosialnya.

 Sedangkan bantuan sosial maksudnya pemerintah akan memberikan bantuan iuran bagi penduduk miskin atau orang tidak mampu. Intinya SJSN harus menjamin bahwa seluruh rakyat baik itu PNS, buruh formal ataupun informal, petani, nelayan, pedagang kecil dan sebagainya mendapatkan benefit (manfaat) yang sama atas jaminan sosial, yang berarti sama-sama hidup bermartabat.

 SJSN ini meliputi jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Dalam UU SJSN ditetapkan sebelas prinsip dasar yang menjadi acuan dan landasan dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional ini, yaitu:

 1.        Kegotongroyongan. Kebersamaan antar-peserta dengan kewajiban membayar iuran (yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah, yang mampu membantu yang kurang mampu, yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit).

 2.        Nirlaba. Pengelolaannya mutlak untuk memberi manfaat kepada peserta, dan bukan melulu komisaris yang biasanya datang dari unsur pemerintah.

 3.        Keterbukaan. Informasi harus mudah diakses oleh semua penduduk.

 4.        Kehati-hatian. Dijalankan secara cermat, teliti, aman dan tertib.

 5.        Akuntabilitas. Harus akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.

6.        Portabilitas. Jaminan berkelanjutan di seluruh wilayah RI. Prinsipnya peserta harus selalu aman (security) kapan dan di mana pun ia berada di dalam jurisdiksi Indonesia. Peserta yang berpindah pekerjaan atau berpindah tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus selalu menerima manfaat.

7.        Kepesertaan bersifat wajib. Seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Sosial secara bertahap.

8.        Dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan (bukan pendapatan bukan anggaran) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk dikelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan peserta.

9.        Hasil pengelolaan Dana. Hasilnya dikembalikan untuk kepentingan peserta.

10.    Asuransi sosial. Kaya miskin, sehat sakit, tua muda, resiko rendah dan tinggi semuanya berhak atas jaminan sosial.

11.    Ekuitas. Kesamaan dalam memperoleh pelayanan.

Untuk menyelenggarakan UU SJSN tersebut, berdasarkan pasal 6 UU SJSN, maka Presiden mengangkat Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). DJSN dibentuk untuk membantu Presiden mempersiapkan draft-draft perangkat kebijakan dalam penyelenggaraan SJSN. Salah satunya adalah merumuskan Rancangan Undang-Undang mengenai Badan penyelenggara Jaminan sosial (BPJS). UU inilah yang kelak mengatur bagaimana peran dan fungsi dari Badan penyelenggara jaminan sosial ini berdasarkan aturan dalam undang-undang SJSN.

UU inilah juga yang belum disusun oleh pemerintah, melampaui batas lima tahun sejak 19 Oktober 2004 yang diamanatkan UU SJSN. Untunglah DPR mengajukan hak inisiatif dengan memasukkan RUU BPJS ke dalam program legislasi nasional tahun 2010 ini. (riz)

Sumber : 
TURC


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes