Senin, 26 September 2011

SIARAN PERS KAJS, 25 September 2011

SIARAN PERS KAJS :  Bom Solo

KAJS mengutuk dg keras terhadap pelaku dan Operator pemboman di Gereja Kepunton, Solo yg terjadi hari ini jam 10 pagi. 
Siapa pun mereka dan apapun agamanya, itu adalah perbuatan manusia biadab. 
Geraja dan tempat2 ibadah apapun termasuk Masjid dan orang2 yg melakukan ibadah di dalamnya, bukanlah orang2 yg punya urusan dg para perencana dan pelaku pemboman. 
Karena itu, kita seluruh rakyat Indonesia harus segera berdoa kpd Allah, Tuhan Yg Maha Esa agar segera menurunkan kutukan-NYA kpd siapa pun yg selalu berlaku dan akan berlaku biadab kpd sesama manusia.

Kejadian pemboman hari ini, sebagai bukti bahwa Pemerintah masih terus lalai melindungi rakyatnya. Pemerintah masih tdk peduli dg masalah2 sosial dan masalah2 kehidupan yg dihadapi kebanyakan rakyat. 
Ketimpangan sosial yg masih sangat luas di masyarakat, akan terus memicu orang2 atau pihak2 tertentu utk terus membuat kekacauan dimasyarakat. Kondisi seperti ini merupakan lahan subur utk terjadinya konflik horizontal di tengah2 masyarakat dg berbagai modus.

Salah satu cara utk mengurangi kondisi sosial yg sdh cukup parah di masyarakat, maka tdk ada alasan apa pun bagi Presiden utk terus menunda pembentukan UU BPJS yg mensejahterakan rakyat. (Indra Munaswar, Anggota Presidium KAJS)

Rabu, 21 September 2011

4 BPJS JAMINAN SOSIAL

 KAJS SEJAK MARET 2010 TETAP MENGHENDAKI 4 BPJS.

“ JANGAN PERNAH LELAH BERJUANG sampai RUU BPJS DISAHKAN “

KAJS sejak sebelum RUU BPJS disahkan sebagai RUU Insiatif DPR pada 29 Juli 2010 hingga sekarang ini tetap menghendaki PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES ditransformasi ke dalam 4 (empat) BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS.


1. BPJS KESEHATAN;
Transformasi dari PT ASKES, Program JPK (Jaminan Pemeliharan Kesehatan) PT JAMSOSTEK, JPK TNI dan JPK POLRI dan Program Jamkesemas; untuk menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, tanpa diskriminasi dan tanpa limitasi berdasarkan prinsip
portabilitas dan ekuitas.


2. BPJS TENAGA KERJA;
Transformasi dari PT JAMSOSTEK; untuk menye-lenggarakan Program JKK (Jaminan Kece-lakaan Kerja), JHT (Jaminan Hari Tua), JP (Jaminan Pensiun) dan JKm (Jaminan Kematian) bagi pekerja/buruh formal, informal termasuk petani, nelayan, PRT, TKI, dan peserta mandiri yang mampu (Wirausaha).


3. BPJS PNS;
Transformasi dari PT TASPEN; untuk menyelenggarakan Pro-gram JKK, JHT, JP dan JKm bagi PNS termasuk PPT (Pegawai Tidak Tetap), PHL (Pegawai Harian Lepas) dan Tenaga Honorer yang dipekerjakan pada kantor pemerintahan dan sekolah. (Catatan: Pemerintah banyak mempekerjakan PTT, PHL dan Tenaga Honorer dengan cara melawan hukum. Sangat banyak yang telah memiliki masa kerja hingga puluhan tahun tanpa diangkat sebagai PNS).

4. BPJS TNI-POLRI;
Transformasi dari PT ASABRI; untuk menyelenggarakan Program JKK, JHT, JP dan JKm bagi Prajurit TNI dan Anggota Polri termasuk warakawuri, veteran, dan lain-lain.


Dalam implementasinya KAJS sadar harus ada beberapa pertimbangan :

Pertama, Politis.
Apakah komitmen politik dan kepentingan politis serta konsensus politis antarberbagai pihak pemangku kepentingan sudah dicapai.Yang paling penting adalah keinginan politik ( Political Will ) dari Presiden selaku Kepala Negara untuk mensejahterakan rakyatnya .

Kedua, Fiskal negara dan ekonomi kita sudah cukup dapat memenuhi pembiayaan dari negara.

Sebagai contoh, di banyak negara, program jaminan sosial dimulai dan dapat terselenggara dengan pendapatan per kapita lebih dari 2.000 dolar AS. Jerman memulai program asuransi kesehatan sosial saat pendapatan per kapita 2.237 dolar AS, Austria 2.420 dolar AS, dan Jepang 2.140 dolar AS. Pendapatan per kapita Indonesia saat ini mulai menginjak 3.000 dolar AS. Ini artinya bahwa kita sudah siap secara ekonomi.

Ketiga segi hukum

Presiden dan DPR sudah lalai lebih dari 5 ( lima )tahun tidak menjalankan SJSN sehingga secara hukum itu tidak ada lagi alasan apapun bagi DPR dan Pemerintah untuk terus menunda-nunda pembentukan UU BPJS untuk membentuk BPJS pada masa persidangan DPR periode 15 Agustus s.d 21Oktober 2011.

Berdasarkan hal hal diatas maka KAJS bersama JALA PRT,SBMI,PPNI dan juga ICW ( Indonesia Corrupton Watch ) menuntut :

1.SAHKAN RUU BPJS yang jadi kunci dasar untuk terwujudnya UU yang berkeadilan sosial paling lambat 21 Oktober 2011.

2.RUU PRT harus mulai dibahas pada Oktober 2011 dan masuk dalam Prolegnas 2012

3.Revisi UU 39/2004 tentang PPTKILN harus mengacu pada konvesi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan hak hak buruh migrant dan keluarganya.

4.RUU Keperawatan harus dibahas paling lambat Oktober 2011.

“Presiden dan DPR RI harus membuka HATI NURANI nya bahwa Jaminan Sosial adalah hak rakyat dan sadarlah bahwa saatnya nanti tidak juag dipenuhi HAK KONSITUSI RAKYAT maka pilihan nya PRESIDEN HARUS MUNDUR” .

“ JANGAN PERNAH LELAH BERJUANG sampai RUU BPJS DISAHKAN “

Jakarta, 19 Agustus 2011

KOMITE AKSI JAMINAN SOSIAL
Ir. Said Iqbal, M.E.
Sekretaris Jenderal

Selasa, 13 September 2011

Substansi SJSN

Substansi SJSN

Substansi SJSN pada dasarnya ditujukan untuk perluasan kepesertaan,
peningkatan dan perluasan manfaat, serta koreksi terhadap
penyelenggaraan program jaminan sosial yang telah berjalan.


Di kalangan pegawai negeri (PNS) dan anggota TNI/Polri belum ada jaminan kecelakaan
kerja sehingga kalau terjadi kecelakaan kerja tak ada santunannya.

Jaminan pensiun PNS, anggota TNI/Polri sebagian besar juga menjadi beban
APBN sehingga dalam jangka panjang akan memberatkan APBN.

PNS, anggota TNI/Polri dengan demikian juga tertutup memanfaatkan nilai
tambah investasi dananya. UU SJSN mengamanatkan mengubah sistem pensiun
menjadi funded–system, di mana iuran jaminan pensiun dibayar oleh
peserta (PNS dan anggota TNI/Polri) dan pemberi kerja (pemerintah) dan
diserahkan kepada BPJS.

BPJS dapat menginvestasikan dana yang dikelola sehingga membuka peluang peserta menikmati nilai tambah hasil investasi.

Tenaga kerja swasta, baik formal maupun nonformal, sebagian besar belum
memiliki jaminan pensiun dan jaminan kesehatan purnatugas.

Adapun bagi masyarakat yang kurang mampu, sesuai Pasal 34 Ayat 1 UUD 1945, mereka
bisa menjadi bagian dari Program Jaminan Sosial sebagai peserta penerima
bantuan iuran, di mana iuran jaminan sosial mereka dibayarkan oleh
pemerintah.

Jadi, adalah keliru kalau SJSN akan memberatkan pemerintah. Sebaliknya,
SJSN akan lebih menyehatkan dan meningkatkan kemampuan pemerintah
membiayai pembangunan ekonomi.

Hambatan

Salah satu hambatan yang dihadapi sejak penyusunan RUU SJSN adalah
kekhawatiran dari kalangan dunia usaha. Selain merasa terbebani iuran
jaminan sosial juga ancaman atas usahanya, khususnya industri di sektor
asuransi, farmasi, dan kesehatan.

Kekhawatiran yang sesungguhnya tidak beralasan karena Program Jaminan
Sosial telah diberlakukan di banyak negara, di mana tenaga kerja
merupakan aset perusahaan yang harus dijamin kesejahteraannya.

Di samping itu, pasar juga masih terbuka bagi kalangan masyarakat yang
ingin memiliki santunan dan jaminan yang lebih besar, yang jumlahnya di
Indonesia juga cukup bermakna.

Dengan kenyataan seperti itu, tuntutan terhadap jaminan sosial makin
mendesak, khususnya penyelesaian pembahasan RUU BPJS yang sedang dibahas
antara pemerintah dan DPR. (Sulastomo – Direktur Operasional PT Askes
Indonesia, 1986-2000; Ketua TIM SJSN, 2001-2004)

JAMSOSTEK Tidak Layak Menjadi BUMN

JAMSOSTEK Tidak Layak Menjadi BUMN

Kalau mau kita debat saja dengan diskusi yg substansi,

1. Jika ada argumen JAMSOSTEK harus BUMN:

Lihat UU BUMN No.19 tahun 2003--> Modal BUMN adalah dari KEKAYAAN NEGARA yang dipisahkan dan penyertaan MODAL NEGARA dari APBN, Kapitalisasi cadangan, dan sumber lain dari Usaha dagang.

Kesimpulan-nya:

Kalau JAMSOSTEK itu uang-nya dari mana..??

UANG di JAMSOSTEK MURNI DARI IURAN Pekerja/Buruh.

APAKAH ada dari Kekayaan negara, ataukah penyertaan Modal negara.???

Tidak kan>>?? maka TIDAK BENAR JIKA JAMSOSTEK TETAP BUMN.  

Jadi jamsostek tidak layak menjadi BUMN.


2. Jika ada argumen JAMSOSTEK harus PT:

Lihat UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (PT)----->> Modal dasar PERSERO terdiri atas seluruh nilai nominal MILIK PEMEGANG SAHAM paling sedikit Rp.50 JUTA. Lanjut lagi di lain Pasal PERSERO didirikan oleh 2 orang/ Badan Hukum atau lebih dengan AKTA NOTARIS. Saat ini jamsostek pemegang saham-nya adalah Buruh, dan minimal juga tidak 50 juta, terus kita (pekerja/buruh) juga tidak ada Akta Notaris seperti layak-nya PT, hanya fotocopy KTP.  

Jadi JAMSOSTEK juga tidak Layak jika Badan Hukum PT.

Dari Argumen diatas, maka sangat tepat jika BPJS (sesuai Amanat UU SJSN 40 tahun 2004) di bentuk dengan UU, dan badan Hukum-nya harus menganut 9 prinsip dalam UU SJSN. Saat ini kesepakatan pemerintah dan DPR dalam Panja BPJS, Badan Hukum BPJS adalah Badan Hukum Publik yang sesuai dengan 9 prinsip dalam UU SJSN.

lalu apa yang salah..???


kenapa masih ada yang mempertahankan tetap harus BUMN.???


Maka kawan2, di saat-saat ujung perjuangan RUU BPJS banyak kalangan yang dibodohin, banyak antar pekerja/buruh yang akan di pecah belah.


INGAT, JAMSOSTEK itu hanya sebagai PELAKSANA, bukan pengambil kebijakan dalam pembahasan BPJS ini.

Jumat, 02 September 2011

Mereka Menolak BPJS Tanpa Alasan (Yang Jelas)

Mereka Menolak BPJS Tanpa Alasan (Yang Jelas)


" Substansinya, janganlah uang membuat kita gelap mata.Membuat kita menghianati hati nurani. Bahwa sesungguhnya kita, saya dan anda, juga orang-orang yang kita cintai, satu saatnya nanti pasti membutuhkan jaminan sosial. "




Catatan ini sudah tersimpan beberapa hari dalam folder di komputer.

Ingin mempublikasikan dari kemarin-kemarin, sebenarnya.

Akibat berbagai kegiatan yang tak terputus, akhirnya saya baru berkesempatan mempublikasikannya hari ini.


Ini tentang seseorang yang secara tidak sengaja bertemu saya saat melakukan aksi unjuk rasa di Kantor PT. Jamsostek Tangerang 1. Saat itu saya memesan segelas kopi kepada pedagang kaki lima, yang letaknya persis bersebelahan dengan penjual somay. Tempat dimana ada dua orang, perempuan muda, sedang menikmati somay di siang yang terik itu. Salah satunya bernama, Susi. Sebut saja begitu.

Sesuai dengan nama yang diperkenalkannya kepada saya, meski kemudian saya sendiri meragukan nama yang diperkenalkan kepada saya itu adalah nama yang sebenarnya.



“Demo apa, mas?” Susi membuka pembicaraan. Rasa ingin tahu, terlihat jelas dari nada suaranya.
“Mendesak agar pemerintah segera menjalankan SJSN dan mengesahkan RUU BPJS.”
”Loh, apa hubungannya dengan Jamsostek? Kayaknya baru lihat sekali ini dech, ada Jamsostek didemo. Kenapa enggak demo ke Bupati atau DPR aja?”
Mendengar pertanyaan borongan itu, saya tersenyum. Pun tidak segera menjawab, karena pada saat yang sama, si penjual menghidangkan segelas kopi pesanan saya.

”Kami meminta agar PT. Jamsostek sebagai pelaksana tunduk pada SJSN dan BPJS,” ujar saya, sesaat kemudian setelah abang si penjual kopi berlalu. Lantas saya menjelaskan agenda aksi hari ini. Tentang pentingnya menolak Badan Hukum Jamsostek sebagai BUMN dan PT, dan meminta agar PT. Jamsostek di transformasi menjadi bernama BPJS Jamsostek dengan bentuk Badan Hukum Publik Wali Amanah yang menerapkan 9 prinsip jaminan sosial.

Selanjutnya, BPJS Jamsostek yang baru ini harus melayani: (a) Program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian selama bekerja, (b) Jaminan hari tua seumur hidup, (c) jaminan kesehatan seumur hidup (baik saat masih bekerja maupun sudah tidak bekerja) termasuk untuk keluarga buruh, dan (d) jaminan pensiun wajib didapatkan oleh seluruh pekerja.

”Trus gimana kalau sampai ada PHK besar-besaran bagi karyawan Jamsostek, mas? Kan kasihan mereka. Mereka juga buruh lo? Belum lagi, transformasi itu justru akan membuat tabungan JHT kita akan hilang.”
Tidak sulit bagi saya untuk menebak kemana arah pikiran Susi. Terlalu sering saya mendengar, pertanyaan ini dari mereka yang menolak RUU BPJS diundangkan.

Kepadanya, saya hanya mengatakan, bahwa transformasi tidak akan menyebabkan PHK dan menghilangkan hak-hak normatif karyawan PT. Jamsostek. Yang ada justru perampingan di tingkat direksi pada keempat BUMN, wajar jika kemudian ada penolakan dari para petinggi Jamsostek.

Juga soal JHT yang dijadikan isu murahan untuk mendapat simpati dari buruh. Mereka mengira, jika hak buruh terusik, buruh bisa digerakkan sesuka hati mereka. Akan tetapi, saya kira, buruh tidak sebegitu bodoh untuk menelan mentah-mentah gosip murahan itu. JHT bukan milik Jamsostek, tetapi milik peserta. Kalaupun ada transformasi (seperti yang terjadi dalam Bank Mandiri), uang nasabah tidak akan hilang.

Sepanjang saya bercerita ngalor-ngidul soal transformasi dan dana JHT, Susi memang diam. Akan tetapi, bukan berarti diamnya itu karena memberikan persetujuan. Susi mengaku tetap menolak transformasi. Sebagai BUMN, PT. Jamsostek dalam predikat baik.Dinilainya sehat.

”Apa alasan menolak transformasi? Beri saya penjelasan yang bisa saya mengerti, bahwa transformasi memang seharusnya tidak terjadi?”

Sampai disini Susi terdiam. Kecuali kalimat ini, yang lirih terucap. ”Ya pokoknya menolak aja,”
Hingga ketika bung Sarijo menutup aksi hari itu, saya tak kunjung mendapat jawaban yang memuaskan. Dan dugaan saya semakin besar bahwa Susi adalah karyawan Jamsostek, saat bergerak mundur, Susi dan temannya memasuki halaman Jamsostek.

Inilah yang kemudian semakin membuat saya yakin, bahwa RUU BPJS adalah pertarungan antara orang-orang yang tidak rela apa yang mereka dapatkan saat ini hilang, dengan orang-orang yang menghendaki ada jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ada banyak tuduhan, tentang uang jamsostek yang mengalir ke beberapa SP/SB untuk mendanai penolakan RUU BPJS. Saya kira, lepas dari benar atau salah, ini tetap memprihatinkan. Jangankan soal dana itu, terkait dengan penolakannya terhadap RUU, saya kira adalah sebuah sikap yang keliru.

Akan berapa tahun lagi SJSN dijalankan di negeri ini . Substansinya, janganlah uang membuat kita gelap mata.Membuat kita menghianati hati nurani. Bahwa sesungguhnya kita, saya dan anda, juga orang-orang yang kita cintai, satu saatnya nanti pasti membutuhkan jaminan sosial.

Menjalankan SJSN dan mengesahkan RUU BPJS adalah harga mati. Soal bagaimana isi dari RUU itu, saya kira kita bisa berdiskusi, dengan tetap mengedepankan prasangka baik.
Kita tidak bisa lagi menunggu

Sumber : http://kaharscahyono.wordpress.com

Mimbar Rakyat KAJS SERANG

 Mimbar Bebas KAJS SERANG

Sabtu sore kemarin, 30 Juli 2011, saya menghadiri mimbar rakyat untuk mendesak dijalankannya sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS).

Selain dihadiri kawan-kawan serikat pekerja/serikat buruh, seperti FSPMI, FSPKEP, KSPSI, agenda ini juga dihadiri teman-teman dari Laskar Merah Putih dan masyarakat setempat. Teman-teman Forum Buruh DKI Jakarta juga hadir, tak ketinggalan pula Presidium KAJS, Surya Tjandra.


Namanya juga mimbar rakyat, acara ini diselanggarakan dengan sangat merakyat. Dari pinggir Perumahan Bumi Cikande Indah, teriakan agar RUU BPJS segera disahkan menggema. Biarlah kelak sejarah akan mencatat, masyarakat Kabupaten Serang, adalah bagian dari mereka yang memperjuangkan jaminan sosial di negeri ini.

Dalam perspektif saya, agenda ini menjadi sangat istimewa. Istimewa, karena banyaknya pelajaran yang bisa dipetik dari kegiatan ini. Belum lagi, ketika kemudian dipertajam dengan diskusi santai di Sekretariat FSBS bersama Surya Tjandra dan kawan-kawan Forum Buruh DKI Jakarta.
Pelajaran itu antara lain:

Pertama, pentingnya peran pemimpin dalam mempimpin gerakan. Pemimpin memang harus menggerakkan. Pada awalnya memang akan terasa sulit, namun ketika roda sudah berputar, dengan sendirinya ia akan berjalan. Pemimpin bukanlah sosok selebritis, yang hanya muncul dalam satu seminar ke seminar yang lain. Pemimpin harus juga turun ke jalan. Sekali lagi, ia harus menggerakkan. Meminjam kalimat Anis Bawesdan, pemimpin jangan takut melakukan intervensi, karena memang, sebagian dari tugas pemimpin adalah melakukan intervensi.

Kedua, gerakan akan menjadi magnet bagi yang lain untuk ikut bergerak. Semangat inilah yang sekarang ini harus kita jaga. Ketika saatnya banyak yang akan melakukan aksi ekstra parlementer, mereka yang hanya diam akan merasa risih. Hingga dalam aksi selanjutnya, akan larut dalam euforia gerakan.

Ketiga, pentingnya prasangka baik terhadap setiap aksi yang kita lakukan. Prasangka baik akan membuat diantara kita menjadi saling percaya. Dan ini, adalah syarat mutlak untuk membangun kebersamaan. Mempersatukan gerakan, mempersatukan hati. Tanpa kepercayaan, kurangnya prasangka baik, niscaya gerakan bersama, juga persatuan, tidak mungkin bisa kita wujudkan. Saya teringat kalimat Surya Tjandra terkait dengan ini: ”Yang penting saya percaya sama dia. Dan akan menggunakan kemampuan, resources yang saya miliki, untuk mendukungnya. Jika pun nanti saya dikhianati, itu adalah resiko saya.”

Keempat, agenda seperti ini akan menumbuhkan kepercayaan organisasi, dan anggota sebagai pribadi. Ketika mereka berdiri besama, meneriakkan tuntutan yang sama, dengan sendirinya kepercayaan diri itu akan menyala. Kegiatan mengumpulkan massa dalam jumlah besar seperti ini, tidak boleh hanya dilakukan sekali. Tetapi berkesinambungan, dan agar semangat itu tetap terjaga, saya kira penting untuk diagendakan setiap tiga atau enam bulan sekali.

Kelima, di tengah sikap masyarakat yang sedemikian pasif dan pragmatis, pandangan negatif nampaknya bisa lebih diterima. Dalam taraf tertentu, pandangan kontra seperti ini bisa menggoyahkan keyakinan kita. Itulah sebabnya, menjadi penting untuk menghembuskan optimisme dan pikiran positif dalam gerakan.
Diluar kelima hal itu, tentu masih banyak pelajaran berharga yang bisa diambil.

Saya kira, indentifikasi seperti ini menjadi penting. Agar juga, anggota (mereka yang terlibat dalam gerakan) melihat apa saja manfaat yang bisa didapat dari keterlibatan mereka. Seringkali kita salah dalam memaknai setiap kemenangan. Meskipun kecil, tetapi tahapan untuk capaian yang lebih besar, layak untuk diapresiasi. Jangan sampai muncul keluhan: kita sudah habis-habisan, tetapi mana hasilnya?

Catatan Ketenagakerjaan: Kahar S. Cahyono
http://kaharscahyono.wordpress.com

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes