SELAMATKAN DANA PESERTA JAMSOSTEK DARI TINDAK KORUPSI
Siaran Pers
12 Agustus 2011:
“Dimana ada gula, disana ada semut”. Ini adalah analogi yang pas untuk menggambarkan situasi pengelolaan dana yang dilakukan oleh keempat BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang ini ada, yakni PT Jamsostek, PT Asabri, PT Askes, dan PT Taspen. PT Jamsostek kini mengendalikan dana Rp 110 triliun uang pekerja swasta, juga tiga BUMN lainnya, yaitu PT Asabri, PT Askes, dan PT Taspen (dana sekitar Rp 80 triliun), apabila ditotal jumlahnya hampir mencapai Rp 190 triliun. Jumlah dana sebesar Rp 190 triliun bukanlah jumlah yang kecil. Pengelolaan dana sebesar itu haruslah dikontrol oleh publik, sebab sangat rawan untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, mengingat dana yang dikelola adalah dana milik peserta jaminan sosial.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini banyak dugaan yang ditujukan kepada perusahaan BUMN yang telah dijadikan “sapi perah” oleh para elite politik di negeri ini. PT Jamsostek selaku lembaga penyelenggara jaminan sosial yang memiliki aset hampir mencapai Rp 110 triliun, merupakan salah satu BUMN yang patut dicurigai rawan praktek korupsi, terbukti sebagaimana telah diketahui bersama pada tahun 2007 salah satu direktur PT Jamsostek telah menjadi ”pesakitan” karena tersandung kasus korupsi di PT Jamsostek.
Tidak hanya itu, kecurigaan besar telah terjadi praktek korupsi di PT jamsostek, antara lain disebabkan oleh sudah sering tersiar kabar bahwa banyak dana yang salah urus dan bahkan seringkali diinvestasikan pada tempat yang salah, bahkan dana yang dikelola oleh PT Jamsostek bisa dipinjam oleh pihak-pihak yang sedang memegang kekuasaan. Kecurigaan semakin besar ketika tersiar berita dan telah diamini oleh Dirut PT Jamsostek bahwa terdapat DANA TIDAK BERTUAN yang dimiliki oleh PT Jamsostek.
Lihatlah betapa tidak adilnya PT Jamsostek Hasil RUPS Jamsostek dipublikasikan Rabu (2/7/2008) . Gaji Direktur Utama, tahun buku 2008 sebesar Rp 44 juta. Sementara anggota direksi yang lain mendapatkan gaji sebesar 90% dari gaji pokok Dirut ( Rp 39.6 juta ); gaji komisaris utama adalah 40% dari gaji Dirut (Rp 17,6 Juta ); sedangkan anggota komisaris sebesar 36% dari gaji Dirut (Rp 15,84 Juta ); honorarium sekretaris Dewan Komisaris sebesar 15% dari gaji Dirut( Rp 6.6 Juta ).
Selain gaji, para anggota komisaris tersebut juga mendapatkan sejumlah fasilitas.
Laba bersih yang diperoleh Jamsostek sebesar Rp 998,393 miliar diputuskan untuk:
Dana Pengembangan Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 55% atau Rp 549,116 miliar.
Cadangan Umum sebesar 26,56% atau Rp 265,170 miliar
Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) sebesar 10% atau Rp 99,839 miliar.
Cadangan Tujuan sebesar 4,01% atau Rp 40 miliar
Program Kemitraan sebesar 2% atau Rp 19,967 miliar
Program Bina Lingkungan sebesar 2% atau Rp 19,967 miliar
Insentif Kinerja bagi 7 anggota Direksi dan 6 anggota Dewan Komisaris sebesar 0,43% atau Rp 4,331 miliar, dibagi rata dan pajak ditanggung si penerima. (1 orang mendapat = Rp 333 Juta)
Peserta JHT = Rp 61 Ribu /orang ( 9 juta peserta ).
Sangat mencolok bila dilihat Gaji Direktur Rp 480 juta/tahun ditambah intensip Rp 333 juta/tahun total Rp 730 juta dengan dana pengembangan untuk peserta Rp 61 ribu/tahun .
Bila dicermati ada dana bina lingkungan ,dana kemintraan dan dana cadangan yang totalnya mendekati Rp 80 Miliar dimana pengeluarannya bisa dilakukan secara bebas oleh dewan komisaris.
Melihat hal diatas maka dana trilyunan akan sangat ’RAWAN KORUPSI ” dan sangat tidak adil bagi peserta .Karenanya KAJS sudah berkomitmen dengan ICW (Indonesia Corruption Watch) untuk secara bersama dan berkelanjutan melakukan pengawasan khususnya pada dana peserta PTJamsostek agar tidak terjadi TINDAK PIDANA KORUPSI yang akan sangat merugikan peserta .
Karenanya KAJS dan ICW dengan ini menuntut agar :
1. PT Jamsostek memberikan laporan keuangan dan juga data investasi dana Peserta yang telah diaudit BPK dan auditor eksternal selama 4 tahun terakhir.
2. PT Jamsostek harus bertanggung jawab atas adanya ”dana tak bertuan” yang jumlahnya puluhan milliar untuk diberikan pada peserta yang berhak menerimanya .
3. Bila ditemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi akan melaporkan Dirut PT Jamsostek ke KPK .
4. PT Jamsostek tidak menghalangi proses transformasi 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial yang ada ke Badan Hukum Publik dengan melakukan black campaign menolak pengesahan RUU BPJS, terlebih memberikan bantuan dana pada pihak yang menolak proses pengesahan RUU BPJS .
5. Dirut PT Jamsostek menyatakan permintaan maaf secara tertulis pada 3 ( tiga ) konfederasi Serikat Pekerja karena pernah dan berulang kali membuat pernyataan di media yang berdampak pada terpecahnya para pekerja menjadi Pro dan Kontra terhadap disahkannya RUU BPJS dan Transformasi menjadi badan hukum publik
Berdasarkan hal tersebut diatas, KAJS dan ICW secara bersama-sama berkomitmen untuk terus memonitoring seluruh proses pembahasan RUU BPJS termasuk proses transformasi 4 BUMN menjadi badan hukum publik agar tidak terjadi tindak pidana korupsi. Apabila diketemukan indikasi tersebut maka KAJS dan ICW tidak akan segan-segan akan melaporkan seluruh pihak terkait termasuk direktur utama dan seluruh direktur PT Jamsostek kepada pihak yang berwajib untuk mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum.
“Teruslah Berjuang dan JANGAN PERNAH LELAH sampai RUU BPJS DISAHKAN dan Diimplementasikan“
Jakarta, 12 Agustus 2011
KOMITE AKSI JAMINAN SOSIAL
Presidium: Said Igbal (Sekjen); R. Abdullah; Achmad Munji; Indra Munaswar (08159559867); Ali Akbar; Timbul Siregar (0818835521); Muhamad Rusdi; Surya Tjandra (085888630695)
Foto : Google Image ( http://badaiardiat.blogspot.com/2011/01/stop-korupsi-dan-suap-di-indonesia.html)
Artikel : Tim KAJS
0 komentar:
Posting Komentar